Senin, 09 Februari 2009

Ungkapan terima kasih kepada sahabat

Jakarta, 5th Februari 2009

Jujur kukatakan bahwa hari ini aku merasa sangat bahagia karena untuk pertama kalinya aku merasakan betapa indahnya menulis. Padahal, saat pertama kali aku mendengar saran salah soeorang temanku untuk mencoba menuangkan pikiran dan perasaanku menjadi sebuah tulisan, aku tidak terlalu berminat untuk mencoba. Karena yang ada dalam otakku adalah “apakah aku bisa?” …. “buat apa?” dan “bila aku menulis, siapa pula mau perduli meluangkan waktunya untuk membaca tulisanku?”

Berbulan-bulan lamanya aku membiarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut menggantung di benakku tanpa jawaban. Sampai akhirnya pada suatu saat, aku terinspirasi oleh obrolanku dengan seseorang tentang “menulislah untuk diri sendiri” serta untuk “berusaha menikmati setiap proses yang terjadi dalam kehidupan tanpa memikirkan hasilnya”. Setelah itu, aku jadi berpikir, “mengapa tidak kucoba? Toh tak ada ruginya dan tak melelahkan pula”.

Pertama kali kugoreskan penaku, keraguan masih ada. Tapi aku tetap mencoba untuk merangkai kata demi kata yang untuk menggambarkan kepedihan hatiku pada saat aku ditinggalkan oleh adikku tercinta untuk selamanya (baca kisahku JANGAN TUNDA NANTI). Setiap kalimat yang tersusun seakan merupakan satu gambaran tentang “mengapa” dan “bagaimana” peristiwa tersebut dapat membuat hatiku seakan tertusuk begitu dalamnya, hingga setiap saat aku teringat kejadian tersebut, bukan hanya ragaku yang menangis, namun juga jiwaku.

Akhirnya, sebuah kisahpun tercipta. Tapi bukan hanya kisahnya, namun pertanyaan-pertanyaan tentang “mengapa” dan “bagaimana” yang ada dalam benakku pun tanpa sadar telah terjawab dengan sendirinya. Sungguh suatu keajaiban yang indah buatku.

Tulisan tersebut kukirimkan kepada teman yang pernah menyarankan ku untuk menulis. Perasaan ragu namun juga sangat antusias untuk mengetahui apa pendapat beliau tentang karya pertamaku menyelimuti hatiku. Tapi diluar dugaan, ternyata tak ada celaan, tak ada cercaan dan tak ada koreksi yang disampaikan kepadaku. Hanya kata-kata penyemangat dan kesediaannya untuk memposting tulisanku tersebut ke dalam blognya yang ia sampaikan.

Setelah kisah pertama tercipta, sedikit demi sedikit gairah menulisku pun mulai timbul. Hingga terciptalah kisah kedua, ketiga dan seterusnya, yang semuanya aku titipkan dalam blog temanku. Tak terpikir sedikitpun akan kemungkinan apakah tulisanku akan dibaca orang atau tidak. Kesenanganku hanyalah semata karena kesediaan temanku tersebut untuk membaca, mengedit, dan memposting tulisanku. Hanya itu saja. (Kalau anda baca kisah-kisahku di blog beliau dan tata bahasanya tampak teratur rapih, maka itu karena jasa temanku. Maklum, masih amatir J ).

Tapi, what a surprise?! Lagi-lagi diluar dugaanku. Ternyata ada orang lain yang bersedia membaca tulisanku. Malah ada yang memberi komentar. Sungguh …. Suatu hal yang luar biasa indah … It’s so amazing! Ternyata gairahku untuk bercengkrama dengan pena dan kertas saat ini telah membuahkan satu kenikmatan yang sensasinya ingin kurasakan lagi dan lagi. Sungguh luar biasa.

Selain itu, satu keindahan lain yang aku rasakan dengan menulis dan membagi tulisanku adalah aku dapat mengenal sahabat-sahabat tanpa perduli akan pertemuan secara lahiriah. Melainkan mengenali pemikiran-pemikirannya, opini-opininya serta pandangan-pandangannya ternyata jauh lebih indah ketimbang bertemu bertatapan muka. Dengan mengetahui pemikiran, opini serta pandangan para sahabat, cakrawala hidupku jadi kian luas. Segala pemahaman tentang cinta, kebahagiaan, kesuksesan dan lain sebagainya menjadi sangat mudah untuk dimengerti. Juga pemahaman tentang betapa luasnya dunia, namun betapa sedikit waktu yang Tuhan berikan kepada kita untuk menjalaninya, membuatku belajar untuk menikmati setiap jam, setiap menit, setiap detik dari semua proses dalam kehidupanku. Dan berusaha agar selama aku berada di dunia ini, aku dapat melakukan sesuatu yang bermakna untuk diriku dan orang-orang disekelilingku.

Jadi, menulis itu sangat membahagiakan. Mulailah menulis. Seperti yang dikatakan oleh temanku, tak ada kata terlambat untuk memulai dan tak pula terlambat untuk belajar.

Buat para sahabat yang telah lebih dahulu menulis, sungguh kebahagiaan yang sangat luar biasa buat aku manakala anda mau meluangkan waktu untuk sekedar membaca, mengkritik atau bahkan mencela. Karena apapun itu, apresiasi anda akan menjadi penyemangatku untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Terima kasih banyak.

I hope all of the thoughts that we share to others can make someone’s world a lot better.

Selamat bercinta dengan untaian kata buat para sahabat semua.

Henny

Ps. Mas Doddy …. Hanya ini ucapan terima kasihku yang bisa aku berikan kepada anda. Thank’s a lot buat kesediaannya memotivasi, mengedit, memberi judul, serta member “tumpangan” buat aku di blog anda. Wish you all the best always.

Penemuanku akan makna "CINTA"

Jakarta, 10 Januari 2009

Dear friends …..

Minggu lalu aku sempat melontarkan satu pertanyaan kepada salah seorang sahabat mengenai “apakah makna CINTA?” dan juga “apakah bisa disebut cinta bila seorang pria beristri mencintai seorang wanita lain? Karena cinta yang tumbuh di hati pria itu telah menyakiti orang-orang disekeliling nya. Yakni istri dan anak-anaknya.” Dan jawaban dari sahabatku itu adalah :
1. Makna CINTA adalah tentang memberi … tanpa memikirkan untuk menerima.
2. Yang dirasakan pria tersebut adalah NAPSU dan bukan CINTA.

Terus terang, jawaban tersebut buat aku tidak salah. Buat aku, yang hampir tidak percaya dengan yang namanya cinta, merasa tidak puas. Karena aku rasa, ada deskripsi yang lebih luas lagi yang bisa menjabarkan dan menjelaskan makna CINTA tersebut. Namun aku sama sekali tidak menyangka, bahwa ternyata jawaban tersebut aku dapatkan dari keluargaku sendiri, dalam sebuah moment duka.

Kemarin, suamiku kehilangan salah satu adik “se-ayah”nya yang meninggal karena kanker otak. Kami sekeluarga, berikut ipar-iparku pun melayat ke kediaman ibu tiri suamiku. Terus terang, hubungan kami dengan pihak keluarga disana tidak dekat. Aku rasa, sebagai keluarga dari istri pertama yang banyak merasakan kesedihan, kecewa, marah dan benci tatkala sang ayah memutuskan untuk menikahi perempuan lain, menyebabkan timbulnya suatu penolakan akan keberadaan “keluarga kedua” tersebut. Selama sekian puluh tahun, komunikasi sangat jarang terjadi. Paling, hanya sekedar ucapan “Selamat hari raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin” yang disampaikan kedua belah pihak sekali dalam setahun. Selebihnya ….. tidak ada.

Sampai dengan hari Kamis malam kemarin, kami mendengar kabar duka bahwa salah seorang adik “se-ayah” suamiku meninggal dunia karena kanker otak. Malam itu, ada ekspresi yang lain di wajah suamiku. Eksperi kesedihan yang sangat dalam. Eksperi yang sama dengan saat ia kehilangan ibu atau ayahnya. Ekspresi seseorang yang kehilangan orang yang dicintainya.

Esoknya, kami sekeluargapun melayat ke rumah duka. Dan, satu moment pertemuan dengan beribu macam perasaan pun terjadi. Tatkala kedua keluarga tersebut bertemu, mereka saling berpelukan, saling bertangis-tangisan, saling mengisahkan kejadian-kejadian yang membahagiakan dimasa lalu sambil mengenang sang almarhum. Moment yang sangat jauh dari kata-kata benci, kecewa, marah, dendam dan lain sebagainya.

Saat itu, akupun mulai berpikir, bahwa ternyata CINTA, selain tentang MEMBERI tanpa memikirkan MENERIMA, juga tetang MEMAAFKAN, MENCOBA MENGERTI DAN MENERIMA SESUATU DENGAN SEGALA KELEBIHAN DAN KEKURANGANNYA, dan berbagai macam “tentang” lainnya yang kesemuanya, aku bila aku ringkas, menjadi “UNCONDITIONAL LOVE” atau “CINTA TANPA SYARAT”. Karena, menurutku, cinta seharusnya memang tak bersyarat. Apapun, siapapun dan bagaimanapun, cinta, haruslah dapat mendamaikan segalanya. Sulit bagiku untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai makna cinta yang kudapatkan kemarin. Selain ….. cinta … saat ini bagiku adalah suatu anugrah yang diberikan Tuhan kedalam hati umatnya …. Siapapun itu ….. yang mau melihat dengan hati dan mendengar dengan nurani.


Salam cinta buat semua sahabat …..


Henny

Lagi mikirin tentang PENCAPAIAN

Jakarta, 17 January 2009

Gak tau kenapa, hari ini aku lagi kepikiran tentang sebuah kata, yaitu “pencapaian”. Mungkin karena ada seorang temanku yang minta saran tentang keputusannya untuk resign dari tempat bekerjanya.

Ceritanya, temanku yang udah bekerja selama hampir 4 tahun ini udah mulai merasa gak nyaman dengan atmosfir lingkungan kerjanya, secara keseluruhan. Ya kantornya, ya menejemennya, ya bos nya …. Semuanya deh!

Pertama soal kantornya, yang terletak dirumah sang bos. Suasana “rumahan” membuat dia merasa suasana kantornya “kurang professional”. Anak-anak kecil berseliweran, bau masakan dari dapur yg mampir menyengat setiap menjelang siang, dan banyak urusan-urusan rumah tangga yang tercampur-campur dengan urusan kantor. Pernah suatu hari uang salah seorang baby sitter hilang. Dan karena rumah jadi kantor, kantor jadi rumah, alhasil semua karyawanpun disidang dan dimintai keterangan. Ketidak nyamanan pun terjadi karena semua karyawan jadi saling curiga mencurigai. Masing-masing punya asumsi tentang siapa pelakunya. Itu betul-betul menimulkan rasa tidak nyaman. Hingga, walaupun akhirnya sang pelaku mengembalikan uang tersebut ke tempat semual secara diam-diam, masalah tetap tergantung tidak selesai, karena rasa tidak nyaman tersebut sudah terlanjut tertanam. Apalagi hingga saat ini sang pelaku tetap tidak terungkap identitasnya.

Lalu soal manajemen kantor tersebut yang bener-bener based on Boss Mood. Alias suka-suka bos aja mau kemana atau mau ngapain. Seorang personil gak pernah bisa tahu apa tugasnya hari ini. Karena semuanya based on boss’s command. Misalnya, satu orang disuruh incharge di project A, tapi besok bisa jadi dia di minta incharge di project B. Dan nanti-nanti, sang bos bisa saja menanyakan progress dari project A dan yang personil tersebut harus tahu progressnya. Padahal konsentrasinya sedang tercurah pada project B. Ribet ya ….. Alurnya gak jelas.

Lalu, soal si Bos yang moody. Kadangkala, satu masalah besar bisa jadi gak ada bila sedang in a good mood. Tapi sebaliknya hal kecil bisa jadi besar dan membuatnya meledak-ledak jika sedang bad mood.

Hal-hal tersebut diatas bukan curhat. Tapi itulah sedikit dari sekian banyak hal yang dikeluhkan oleh temanku.

Untuk mengetahui perasaan temanku, akupun melontarkan satu pertanyaan tentang “apa yang diinginkan”. Dan jawabannya adalah bekerja dengan tantangan hingga semua kemampuannya bisa dipergunakan secara maksimal. Dan yang lainnya adalah bisa menjadi seorang pembuat keputusan or decision makeryang setiap keputusannyaakan berdasarkan pertimbangan profesionalisme yang ia miliki. Yang lainnya lagi adalah perkembangan karir.

Satu yang aku sarankan kepada temanku adalah, untuk membuat satu garis lurus yang kira-kira dapat mewakili range atas pencapaian yang ia inginkan. Dimana pada garis lurus tersebut terdapat angka-angka dari 1 sampai dengan 10 yang merupakan perwakilan dari setiap keinginan pencapaian. Dan minta temanku untuk membayangkan, kira-kira, bila dia tetap bekerja di tempatnya sekarang, apakah dia akan mencapai ke angka 10? Apakah kira-kira dibawah 5? Karena jika ternyata jika angka yg dicapai dibawah angka 5, yaaa…. Cepat-cepatlah hengkang cari kerja baru. Karena kayaknya wasting time kalau stay, ambisinya gak bakal tercapai.

Memang sih, agak dipaksakan matematis pertimbangannya. Tapi menurut aku, harusnya dia bisa mengenali seberapa besar skala pencapaian yang disediakan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Karena hal tersebut adalah hal yang bisa menjadi penentu sebuah keputusan “resign” atau “stay”. Misalnya, apabila perusahaan Cuma bisa mengakomodasi 4 bar skala pencapaian dari 10 bar skala pencapaian yang ingin dicapai, maka kemungkinan hasil “tidak puas” sangat besar. Logikanya setelah sampai ke angka 4, mau kemana lagi? Mau naik lagi chance nya more to “impossible”. Secara gambling, chance nya pasti tidak 50:50 (gambling kan chance nya 50:50).

Apa yang aku katakan ini bukan untuk menilai bagus tidaknya satu perusahaan. Karena pengetahuan aku tentang manajemen atau sehat atau tidak sehatnya sebuah perusahan, secara jabatanku masih sebagai pegawai bagian administrasi yang tidak pernah makan bangku kuliahan. Dan lagi pula, aku juga tahu jika setiap perusahan pasti sudah merancang pencapaian-pencapaian secara professional.
Melainkan, yang ingin aku tekankan adalah bahwa seharusnyalah setiap orang mengenali dirinya sendiri dengan baik. Mengenali keinginan, mengenali kemampuan dan mengenali intuisinya. End up yang di harapkan juga bukan supaya supaya si karyawan lantas jadi kutu loncat alias pindah-pindah kerja terus. Tapi …. At leat, kalau sudah tau keinginannya, sadar kemampuannya sampai mana, masa sih Tuhan tidak member satu pekerjaan yang sesuai? Cari kerja memang susah. Tapi jika kita bekerja dengan hati yang aman dan situasi yang nyaman, outputnya mudah-mudahan juga maksimal. Dan semua itu tidak akan bisa didapat bila atmosfirnya sendiri juga sudah tidak sehat.

So, semua yang aku tulis ini berujung pada :
Buat aku mengenali keinginan bukan berarti mulai bermimpi … melainkan menjadi sebuah awal dari satu penciptaan target.
Mengenali kemampuan bukan berarti sombong … melainkan untuk mengetahui seberapa banyak kita dapat berbuat dan seberapa banyak kita harus belajar lagi.
Mengenali intuisi juga bukan irasional … melainkan untuk mendengar apa yang Tuhan mau. Karena bila Tuhan bicara tidak ke telinga kita. Melainkan membisikkan kedalam hati kita.

Satu yang pernah di share oleh salah seorang sahabat net aku bahwa, “jangan kau cintai tempatmu bekerja. Melainkan cintai pekerjaanmu. Mencintai pekerjaanmu pasti akan membuatmu perduli akan seberapa baikkah yg telah kau lakukan, bukan seberapa besar yang akan kau dapatkan.

And still … pray … do the best … and let GOD do the rest.

Buat yang udah lebih ngelotok dalam berkarir, maaf ya kalau tampaknya sok tahu. Kalau salah mbok ya diberi tahu …. Celaan dan cercaan anda-anda semua merupakan ilmu gratisan buat aku yang luar biasa manfaatnya.

Henny

Jangan tunda nanti

Dear all friends …..

Sebelumnya gue harap semua yang baca maklum dengan bahasa yang gue pake karena rada aneh or rada seenaknya. Gue cuman mau apa gue sampaikan bener-bener nyampe messegenya dan bisa jadi contoh … cambuk … or apalah … agar lo lo orang gak menyia nyiakan sedetikpun waktu yang ada antara lo dengan orang-orang yang lo sayangin.

Gue sama sekali gak pernah menyangka bahwa tanggal 03 Mei 2005 bakal jadi hari tersedih dan termenyesal sepanjang gue hidup.

Seperti biasa, kalau tanggal-tanggal muda or habis gajian gitu, kita-kita anak nyokap selalu janjian ketemu dirumah nyokap. Seperti juga hari itu, kayak biasa, setiap hari Minggu gue selalu meluangkan waktu buat nengokin nyokap gue. Dan nyokap, yang kebetulan dah hampir sebulan gak ketemu adik gue, Hendar, minta gue buat telpon dan tanya kapan mau datang. Waktu itu anak gue baru mulai pintar bicara. Sangat pintar buat ukuran anak umur 3 tahun. Jadi dengan santainya gue minta anak gue itu yg bicara. Setelah tersambung, anak gue, Medwin, mulai berceloteh dan bertanya macam-macam, termasuk kapan Om mau datang ke rumah Nenek, jangan lupa bawa coklat dan lain sebagainya. Nyokap gue, waktu tahu gue menyuruh anak gue yg bicara, protes. Katanya “Hen, jangan Medwin lah yg ngomong …. Kamu aja …. Pastiin Hendar mau datang kapan, jam berapa dan mau dimasakain apa”. Gue cuma menjawab enteng “gak pa pa …. Ewin aja yang tanya ya ……”. Medwin waktu itu sangat antusias dan tanpa ragu menjawab dengan sangat jelas bahwa Om Hendar mau datang tanggal 5, jangan lupa masakin sayur asem, sambel terasi, ayam goreng, tahu tempe dan ikan asin. Menu Favorit. Nyokap tetap bersungut-sungut dan tetap minta gue telpon lagi dan bicara. Tapi gue tetap gak telpon.

Sampai akhirnya, waktu janjian kita dah tiba, tanggal 3 Mei 2005, hari Selasa. Gue ngantor seperti biasa, merasa bahwa hari itu akan baik-baik saja dan gak bakal ada kejadian special. Sesekali gue berharap Hendar bakal telpon ke HP gue buat sekedar say hi or sekedar janjian jam berapa kumpul di rumah nyokap. Beberapa kali HP gue bunyi … tapi ternyata bukan Hendar. Sampai akhirnya betul HP gw berbunyi dengan nama “hendar” tertera sebagai penelepon. Gue seneng bukan main ….. Seperti biasa … dengan gaya bercanda yang rada “kelewatan” gue angkat HP gue dan menyapa “halo …. Eh … monyet …. Jadi gak hari ini???? Jam berapa????” sepersekian detik …. Suara di seberang menjawab …. Tidak jelas …. Seperti gumaman …. “Halo ….. Hendar ……” ulang gue ….. dan ternyata yang menjawab bilang bahwa dia bukan Hendar “bukan Mba’ … aku Budi”. Dengan heran gue bertanya,,,, Budi siapakah yang bicara… yang ternyata adik ipar dari Hendar.

Siapa yang bicara dan mengapa Hp Hendar dipake Budi …. Gak bikin gue kaget sama sekali. Tapi …. Yang mengejutkan adalah ….. Budi menelepon untuk mengabarkan bahwa adik gue … Hendar …. Baru aja MENINGGAL KARENA KECELAKAAN …. . Tanggal 3 Mei 2005, jam 10.30 pagi, hari yang sebenarnya cerah banget …. Mendadak gelap,,,, tapi bukan karena mendung …. Jiwa gue kayak melayang gak tau kemana …. Tapi gue gak pingsan ….

Dengan hati yang shock, sedih dan terpukul … gue berusaha berfikir bagaimana cara gue buat menyampakain kabar itu ke nyokap dan saudara-saudara gue yang lain. Tapi,,,, akhirnya apa yang harus gue sampaikan bisa tersampaikan. Dan kami sekeluarga berbondong-bondong menuju Rumah Sakit Karawang … dan menemui Adik gue …. Hendar …. Dalam keadaan tak bernyawa dan mengenaskan.

Dada gue sesak …. Otak gue gak bisa mikir …. Gak tau harus gimana ….. gue gak rela adik gue meninggal ,,,, gue gak terima adik gue dikubur …. Gue gak rela …… Gue gak rela ….. karena gue sadar … gue udah menyia-nyiakan kesempatan gue berbincang-bincang dengan adik gue buat yang terakhir kalinya hari Minggu kemarin ….. gue udah menyepelekan kesempatan gue cuma buat sekedar tanya “apa kabar lo ….” Or “kemana aja lo ….” Yang secara gak langsung bisa jadi penyampaian rasa sayang gue sama Adik gue …… GUE NYESEL …….

Rasa sesal gue betul-betul memenuhi hati gue sampe gue sesak napas …. Bayangan wajah Hendar seakan-akan menempel dipelupuk mata gue dan gak mau hilang … bahkan saat gue memejamkan mata gue ….. Gue menangis sampai air mata gue gak bisa keluar lagi … tapi bayangan wajah Hendar tetap gak mau hilang ….

Tiga hari setelah meninggalnya Hendar …. Ternyata Tuhan masih berbaik hati sama gue …. Gue diberi kesempatan bertemu dengan Adik gue tersayang itu dalam mimpi …. Dia datang menghampiri gue dengan menggunakan seragam putih Angkatan Lautnya … pamit …. Bilang dia akan pergi untuk selamanya …. gue menangis dan teriak memintanya buat gak pergi … gue peluk Adik gue dengan erat sangat erat …. Hingga akhirnya sosoknya menguap seperti kabut …… mendadak hati gue yang tadinya sesak terasa kosong … hampa … Emang sih sesaknya hilang tp kok aneh…. Kayak ada sebagian dari isi hati gue yang terbang ….. Dan pada saat gue terbangun …. Perasaan yang gue rasain sama persis seperti itu …. Sedih …. Gue kembali menangis … tapi kali ini gue merasa bersyukur karena untuk terakhir kalinya gue bisa memeluk adik gue walaupun hanya dalam mimpi ….. Thank’s God for that …

So guys,,,, lo lo orang harus menjadikan kisah nyata gue ini pelajaran …. Bahwa jangan pernah lo sia-siakan kesempatan lo buat memberikan perhatian lo ke orang-orang yang lo anggap dekat. Karena lo gak akan pernah tau kapan Tuhan bakal memisahkan lo dengan mereka ….…. Dan lagi pula … lo gak akan kehilangan apapun dengan lo memunjukkan perhatian dan kasih sayang itu ke mereka …. Oke?!

Kataku tentang kesuksesan

Jakarta, 08 Januari 2009

Dear friends….

Kemarin, salah seorang sahabatku bertanya padaku,”menurut kamu, sukses itu apa sih?”

Untuk beberapa saat lamanya aku berfikir, apa ya makna sukses buat aku?

Hidupku …. Amat kompleks. Banyak sekali content yang bekecamuk di dalamnya. Aku mencoba mencari clue atau petunjuk atas pertanyaan tersebut dengan berusaha melihat satu persatu isi di dalam hidupku. Mana ya yang sudah bisa dibilang sukses? Dan mana juga yang belum sukses dan ingin aku upayakan agar menjadi sukses?
Tapi kok …. Aku malah bingung ya? Batasan dan tolak ukurnya malahan jadi tidak jelas.

Sempat teringat kata-kata salah satu temanku yang baru aja mengikuti seminar motivasi, yang pembicaranya menyampaikan bahwa “sukses adalah hakku! Bukan Cuma hak segelintir orang kaya atau berpendidikan tinggi, tapi hak setiap orang!” REALLY INSPIRING, kan?
Tapi, kata-kata tersebut bukan merupakan jawaban dari pertanyaan temanku mengenai apakah SUKSES itu. Batasan dan tolak ukurnya tidak teridentifikasi. Bukan karena pernyataan tersebut salah. Melainkan karena, buatku, hal yang disampaikan terbut hanyalah untuk menyadarkan kepemilikan atas sukses. Sedangkan sukses itu sendiri, apa sih?

Satu jam, dua jam, tiga jam aku berfikir … apa sih sukses tersebut?
Lalu tiba-tiba …… muncul satu jawaban di otakku bahwa SUKSES = SETIAP SAAT MANAKALA AKU BISA MENJADI LEBIH BAIK DALAM HAL APAPUN.

Awalnya, itu Cuma sebuah kalimat, yang penggambarannya sendiri masih BIG QUESTION MARK alias TANDA TANYA BESAR buat otakku.

Sukses …. Adalah setiap saat manakala aku bisa menjadi lebih baik dalam hal apapun. Coba kuingat-ingat masa lalu sejenak …..
Dulu … aku bekerja dengan posisi bagus,,,, gaji yang lumayan,,, tapi aku tidak merasa sukses.
Dulu … aku pernah diberi kesempatan untuk mewakili perusahaan tempat aku bekerja untuk mengunjungi beberapa principal di luar negeri,,, tapi aku tidak merasa sukses.
Dulu … aku sempat jadi juara aerobic yang diselenggarakan oleh salah satu club kebugaran ,,, tapi aku juga tidak merasa sukses. Kenapa ya? Padahal kalau mau dipikir-pikir tolak ukurnya bisa dibilang ada.

Setelah beberapa saat menelaah …. Baru aku menyadari bahwa saat itu, saat aku mengalami pencapaian-pencapaian tersebut … aku tidak sadar bahwa ternyata sukses adalah sesuatu yang “tidak statis”. Sukses bukan merupakan penggalan-penggalan dari sebuah moment pencapaian tertentu. Melainkan sukses adalah sesuatu yang “berkembang”. Yang seiring dengan berjalannya waktu, setiap saat manakala aku bisa menjadi lebih baik tersebut tercapai, harus aku maknai sebagai sebuah kesuksesan. Lalu moment moment tersebut akan aku kumpulkan dan terus terakumulasi secara terus menerus.

Dan saat ini, bila ada yang bertanya “apakah aku merasa sukses?”
aku akan menjawab “IYA!”.
Karena aku telah sukses mengenali diriku sendiri, aku telah sukses menerima keadaan, aku telah sukses memahami kesalahan dan kekalahan, aku telah sukses menuangkan sebagian dari pikiran-pikiranku kedalam sebuah tulisan, dan aku telah sukses karena mampu memaknai setiap pencapaian ku menjadi lebih baik sebagai suatu kesuksesan.

Dan bila ada yang bertanya “apakan aku merasa gagal?”.
Aku akan menjawab “TIDAK PERNAH!”
Karena kegagalan hanyalah salah satu dari sekian banyak faktor dari suatu proses menuju kesuksesan. Aku percaya sangat percaya, karena semua masalah dan persoalan, apapun itu, pasti akan menemukan pemecahannya. Dan pada moment itulah, suatu kesuksesan berhasil aku dapatkan. Karena itulah, kuanggap kegagalan hanya satu faktor saja dalam menuju kesuksesan.

Kesuksesanku, tak akan pernah bisa dihentikan oleh apapun, oleh siapapun. Hanya satu hal yang bisa menghentikannya. Yaitu …. WAKTU. Karena … tatkala jantungku telah berhenti berdetak, nafasku telah berhenti berhembus dan kedua mataku telah tertutup untuk selamanya, dan aku sudah tak mampu lagi memberi makna sukses dalam hidupku, maka saat itulah kesuksesanku terhenti.

Jadi bila hingga esok, lusa atau puluhan tahun yang akan dating, Tuhan masih memberiku nyawa, maka selama itu pulalah KESUKSESAN akan terus kuraih.

Semoga bermanfaat buat semua dan makasih buat Mas Doddy atas pertanyaannya

Me, who just realized the meaning of success for my own life
Henny

Ketika nuraniku bicara

Ketika nuraniku bicara (Renunganku di penghujung tahun 2008 ……)

Malam ini, dipenghujung tahun, seperti kukatakan kepada teman-temanku tadi siang …. Aku melakukan perenunganku …. Perenungan untuk dapat mengenali diriku sendiri dengan lebih baik dan menelaah semua yang telah terjadi dan telah kulakukan.

Memang, banyak sekali hal yang telah tertoreh di tahun ini. Banyak air mata dan kepedihan yang aku rasakan, namun banyak pula kesenangan dan kebahagiaan yang aku nikmati. Dan satu hal yang amat aku syukuri adalah …. Di tahun ini … aku mengenal diriku jauh lebih baik dari aku mengenal diriku sebelumnya.

Sejak dulu … aku adalah orang yang sangat jauh dari hal yang bernama SELF CONFIDENT atau PERCAYA DIRI. Selalu, aku merasa bahwa aku adalah seorang pecundang sejati yang payah dan kerap terpuruk. Sepanjang waktu yang ada dalam otakku hanyalah ratapan dan penyesalan. Ratapan dan penyesalan akan nasib dan hidupku. Cobaan yang menerpa selalu kulihat sebagai suatu BAD LUCK. Hatiku selalu menangis dan berteriak “Aku lelah!” …. “Kemana yang namanya bahagia?” …. “Mengapa bahagia hanya singgah dikehidupan orang lain saja?” …….

Ratapan, penyesalan dan rasa tidak puas akan kehidupan membuatku kerap berusaha hidup dalam mimpi dan khayalan ….. karena saat itu aku merasa bahwa pada saat aku berada dalam mimpi dan khayanku aku merasa bahagia dan nyaman.Semua asa dan harapanku selalu kupergunakan sebagai bahan untuk membuat satu skenario mimpi yang baru, scenario ala cerita Cinderella dengan aku sebagai pemeran utamanya. Dan setiap skenario tersebut, seperti halnya dongeng ala Cinderella lainnya, selalu berakhiran lives happily ever after ….

Namun pada akhirnya, mimpi hanyalah mimpi. Dan khayalan tetaplah khayalan …. Yang tatkala aku terjaga, semuanya seketika akan berakhir, dan akupun akan terbangun dengan dada yang teramat sesak …. Sesak karena menahan kepedihan yang begitu dalam atas sebuah kenyataan bahwa hidupku bukanlah mimpiku ….

Suatu saat, kusampaikan rasa ketidak bahagiaanku kepada salah seorang sahabat. Dan ia berkata bahwa “hidup tidak akan pernah menjadi lebih baik bila kita tidak berusaha menerimanya. Penolakan atas suatu keadaan hanya akan membuat hidup sebagai sebuah derita”.

Saat itu, pandangan tersebut kusikapi dengan agak apatis. Terbiasanya aku memandang hidup sebagai sebuah derita dan terbuainya aku dalam kehidupan mimpi dan khayalan membuatku berfikir bahwa apa yang dikatakan sahabatku hanyalah sebuah TEORI. Teori yang mungkin terjadi, namun sulit untuk dilakukan. Berbagai macam pertanyaanpun timbul mengenai “mungkinkah …. “ atau “apakah bisa ….. “ dan lain sebaginya dan lain sebagainya.

Kemudian, salah seorang sahabat yang lain berkata kepadaku “Hey …. Kamu terlahir sebagai manusia yang unik …. Ada suatu kelebihan dalam dirimu yang hanya kamu sendiri yang bisa tahu apakah itu bila kamu mau mencarinya”. Dan kembali, hal ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru dalam benakku. Aku? Kelebihan? Apa maksud dari perkataan orang ini? Selama beberapa minggu kemudian, otakku terus bekerja demi mencari jawabannya … namun tanpa hasil. Hingga pada akhirnya aku bosan dan lelah, dan kemudian melupakan hal tersebut.

Hingga pada akhirnya, satu peristiwapun terjadi. Peristiwa yang sungguh membuatku sempat terpuruk dalam namun mampu merubah pandangan dan pola fikirku tentang hidup secara dramatis. Suatu peristiwa yang bertema KESALAHAN.

Saat itu, aku bersyukur karena aku memiliki sahabat-sahabat yang membuatku sadar agar aku tetap berada dalam track yang benar dan bangkit dari keterpurukan dengan segera. Sehingga kesedihan dan penyesalan berlangsung tak lama.

Sesaat setelah bangkit, akupun mulai bertanya …. “mengapa aku melakukan kesalahan tersebut” dan “mengapa kesalahan tersebut adalah kesalahan? Bukankan itu adalah caraku mendapatkan kebahagiaan?”.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut kusampaikan kepada beberapa sahabat. Dan salah satu dari mereka berkata bahwa kesalahan terjadi karena aku belum bisa menerima kenyataan hidup. Sementara sahabat yang lain berkata bahwa kesalahan yang aku lakukan bukan karena aku tersesat dalam jalan hidupku, karena orientasiku bukan pada ekspektasi hasil akhir dari yang kulakukan melainkan karena ada satu proses yang kunikmati selama fase tersebut. Dan sahabat yang lain lagi berkata bahwa ada kesombongan dalam diriku yang telah mendorongku untuk bertindak tanpa ada pemikiran salah atau benar.

Satu hal yang kuketahui dari hasil sharing dengan salah seorang sahabat mengenai KEBENARAN yaitu, kebenaran terbagi menjadi yang pertama KEBENARAN NORMATIF dimana kebenaran tersebut berdasarkan atas aturan-aturan agama dan adat istiadat, kemudian ada KEBENARAN ILMIAH dimana kebenaran tersebut dapat dibuktikan secara ilmiah dan yang terakhir adalah KEBENARA KONSESUS dimana kebenaran tersebut adalah benar berdasarkan suatu kesepakatan.

Lalu aku berfikir, mengapa kesalahan yang aku lakukan tidak bisa kuanggap sebagai suatu KEBENARAN KONSESUS? Dimana ada suatu kesepakatan tanpa ada pihak yang merasa dirugikan. Selain itu, ada banyak pembenaran-pembenaran lain yang bisa menjadi dasar pembenaran atas kesalahanku. Tapi …. Dengan segala alas an-alasan dan dasar-dasar tersebut, mengapa hatiku tetap merasa tak tenang dan tak nyaman?

Salah satu jawaban yang muncul setelah itu ….. yaitu ….. NURANI ….. !!!
Penolakan nuranikulah yang telah menimbulkan rasa tak tenang dan tak nyaman. Dan nuranikulah yang berkata bahwa kesalahanku tidak dapat diterima, meskipun secara consensus atau apapun dapat dibenarkan.

Kemudian …..semakin dalam aku menelaah nuraniku … semakin banyak jawaban yang aku dapat. Jawaban atas penolakanku terhadap kehidupan, jawaban atas kegundahan yang selama ini aku rasakan dan jawaban bahwa …. Selama ini …. Aku telah membiarkan suara nuraniku. Manakala hati dan fikiranku sibuk meratap, berkhayal, bermimpi atau membuat skenario tentang suatu kehidupan yang bahagia, hati dan fikirankupun menjadi tuli sehingga suara nuraniku menjadi tak terdengar.

Dan kini …. Tatkala kudengarkan nuraniku berbicara, hidup tampak lebih indah ….. Kegagalan dan kesalahan tak lagi menjadi suatu hal yang aku ratapi, melainkan menjadi suatu pembelajaran. Kerasnya kehidupan dan beratnya terpaan cobaan tak lagi menjadi beban, melainkan menjadi cambuk untukku berusaha lebih keras agar dapat bertahan. Senyum dan tawa tak lagi mudah terlupakan, melainkan menjadi satu potret yang dapat terus kulihat dan kukenang. Serta, keberhasilan dan kemenangan tak lagi menjadi kesombongan, melainkan menjadi batu loncatan untuk pencapaian yang lebih baik lagi.

Dan yang terpenting …. Tatkala kudengarkan nuraniku berbicara, aku menjadi lebih mengerti akan arti conta kasih, arti berbagi, arti ketulusan, arti kejujuran, arti keikhlasan, arti bahwa hidup bukan hanya untuk bertanggung jawab kepada Sang Pencipta di akhir jaman …. Melainkan untuk bertanggung jawab kepada NURANIku sendiri. Karena aku yakin, apa yang dikatakan oleh nuraniku, tak mungkin akan pernah menyakitiku, dan tak akan pernah pula menyakiti orang-orang yang aku sayangi.

Selamat Tahun Baru 2009 nuraniku…….
Dengan do’a, harapan dan keyakinanmu, semoga segalanya akan menjadi jauh lebih baik di tahun yang baru ini.
Tetaplah kau bersuara …. Karena kini aku berjanji akan selalu mendengarkanmu …..

Semoga ada manfaat yang bisa dipetik dari tulisan gue kali ini ,,,,,, yang sebagian terinspirasi dari sahabat-sahabat gue :
Chris … who lives so far away but feels so close in my heart
Fenty & Yulie … who can stand to sit next to me 8 hours a day and always willing to listen to all of my shits ….
Doddy Kabasaran …. With what he shared to me have inspired me to do and to be something


Yang melakukan perenungan ….
Henny

Takdir menurut gue

Dear all friends ….

Sejak kemarin ada satu kata yang kerap muncul di otak gue ….. yaitu TAKDIR. Takdir seorang manusia.

Takdir ….sebagian orang mungkin berpendapat bahwa takdir adalah nasib yang udah digariskan oleh Tuhan buat umatNya.

Buat gue, deskripsi di atas bisa jadi benar. Kenapa gue bilang “bisa jadi”? Karena, buat gue deskripsi di atas sangat tepat bila dilihat dari kacamata Tuhan sendiri. Tuhan yang menggariskan dari awal sampai akhir, hingga ending jalan ceritanya cuma Dia aja yang tahu bagaimana.

Sedangkan buat gue sendiri, sebagai manusia, dengan cara berfikir dan logika yang gue punya, berpendapat bahwa, takdir adalah jalan hidup yang udah terjadi. Sedangkan yang belum itu gue sebut sebagai masa depan. Dan takdir adalah juga merupakan hasil akumulasi dari segala usaha dan perbuatan manusia.

Jadi buat gue, takdir bukan buat dipertanyakan “bagaimana nantinya” …. Karena apabila seseorang sudah mempertanyakan akhir dari sebuah takdir, sama aja dengan kita mempertanyakan masa depan. Sedangkan yang namanya masa depan, buat gue, sama sekali bukan buat dipertanyakan, melainkan untuk diusahakan dan diperjuangkan.

Mungkin buat kalian yang baca, apa yang gue tulis ini rada aneh … Gak setuju? Ya … sah aja kok. Coz semua orang bebas buat beropini. Ya kan?

Sedikit penjelasan lebih lanjut tentang opini gue ini adalah, bila kita, manusia, udah mulai mempertanyakan takdir, sama aja dengan kita mempertanyakan tentang mana yang lebih dulu antara ayam dengan telor. Satu hal yang bila dipertanyakan, ujung-ujungnya tetap aja tanda tanya. So, gue mempermudah deskripsi takdir (buat gue sendiri tentunya) menjadi sebagai berikut :

Takdir gue adalah apa yang sudah terjadi.

Jadi, bila ada yang mempertanyakan takdir gue, gue pasti bisa jawab. Contohnya, takdir gue menikah dengan suami gue. Atau takdir gue dipertemukan dengan sahabat-sahabat gue. Dengan begini, otak gue gak akan capek untuk bertanya-tanya ataupun mereka-reka. Sehingga otak gue bisa dipergunakan buat berfikir dan merencanakan planning kedepan. Walaupun sebenarnya, gue pribadi belum bisa 100% bikin planning kedepan (karena otak gue masih penuh dengan masalah “hari ini”)… tapi …at least gue gak bakal membuang-buang waktu gue buat misalnya, ke fortune teller, atau peramal kartu tarot, atau ke mbah dukun …. Hal-hal yang seperti itu deh.

So, bukan saran, bukan juga himbauan, ini cuma pendapat gue aja, bahwa, guys …. Jangan pernah mempertanyakan kemana takdir akan membawa kita. Tapi, BERENCANA, BERUSAHA dan BERDOA agar takdir kita akan berjalan dan berakhir sesuai dengan yang kita harapkan.

Ingatlah satu kalimat yang bagus sebagai berikut :
Pray … do your best …and let just GOD do the rest …..

Keep the smile … spread the love … and the world will better and better.

Jakarta, 02 Januari 2009
Henny