tag:blogger.com,1999:blog-46929070688246104672024-03-14T16:18:22.488+07:00Catatan kehidupanAku berharap bahwa seiring berjalannya waktu, aku akan mejadi lebih baik bila aku dapat mengenali diriku sendiri.... tapi aku juga sadar .... bahwa tanpa sahabat untuk berbagi, aku tak akan pernah dapat mengenali diriku. Cheers :)henny suhardjahttp://www.blogger.com/profile/14645554073700781321noreply@blogger.comBlogger17125tag:blogger.com,1999:blog-4692907068824610467.post-51633132575425375812010-07-11T03:17:00.004+07:002010-07-11T15:27:49.904+07:00Pencarian kebahagiaan kah?Malam ini, kembali aku merasa terjaga lagi dari sebuah mimpi panjang yang indah dan menyenangkan. Sebuah mimpi yang pada saat aku terjaga, alam sadarku berkata bahwa semua hanyalah mimpi yang terbentuk atas sebab terangkainya setumpuk asa. Asa di mana nanti hanya akan ada senyum dan tak lagi ada air mata. Asa di mana nanti hanya akan ada tawa bahagia tanpa ada ratap merana.<br /><br /><br />Sekian bulan lalu, segenap keraguan menyelimuti jiwaku tentang akan kemana langkah mengarah. Akan kemana jiwa berpijak. Dahaga akan kedamaian jiwa dan ketentraman hati seakan laksana keringnya kerongkongan seorang musafir yang tersesat di padang pasir yang tandus dan merindukan seteguk air. Haus. Letih. Lelah. Dan tatkala asa akan keyakinan mulai tumbuh, kembali, kemungkinan akan ketiadaan membuatku bimbang.<br /><br /><br /><br />Seolah terseok, jiwaku bimbang mencari kepastian arah. Kadang merasa yakin bahwa barat, tempat matahari terbitlah yang merupakan arah tujuan. Namun tatkala deraan badai pasir, angin kencang dan panas matahari yang menyengat membakar kulit datang, keyakinan jiwaku akan arah pun hilang. Lalu jiwaku berbalik arah menuju timur, tempat dimana matahari tenggelam dan merasa yakin jika ternyata arah tersebutlah yang tepat. Namun, kembali jiwaku urung melangkah tatkala kegelapan malam membungkus bumi dan dinginnya angin padang gurun pasir menerpa saraf saraf nadi. Lalu kembali lagi jiwaku berbalik arah menuju barat dengan berbekal keyakinan seperti sebelumnya. Tapi kembali menjadi tidak yakin dan berbalik lagi kearah timur. Lalu menjadi tidak yakin lagi dan kembali lagi menuju barat. Begitu seterusnya hingga akhirnya jiwaku lelah dan keyakinan pun memuai. Jiwaku lunglai. Terkapar seakan tanpa daya. Satu-satunya energi yang bernama asa pun nyaris lenyap. Nyaris pudar.<br /><br /><br /><br />Saat asa hanya tinggal tersisa berupa serpihan kecil yang kapan saja bisa tandas tersapu angin, tiba-tiba sebuah pemandangan indah taman surgawi hadir hanya berjarak dua langkah dari hadapan jiwaku yang saat itu matanya telah tiga perempat tertutup. Nampak samar. Namun indah. Nyaman. Tentram. Dan tampak menjanjikan sejuta kedamaian dan kebahagiaan.<br /><br /><br /><br />Untuk beberapa saat jiwaku berpikir, "ah ... itu semua hanyailusi .... hanya fatamorgana saja yang terjadi karena dehidrasi dan sengatan matahari yang hanya berjarak dua jengkal dari atas kepala. TIDAK. Semuanya tidak nyata".<br /><br /><br /><br />Namun, sedikit serpihan asa yang masih tergenggam di tanga berkata "hampirilah .... masuklah ke taman tersebut. Tidakkah kau lihat betapa sungainya bening menyegarka, betapa rumputnya sangat hijau laksana hamparan permadani istana, betapa rerindangan pohonnya dipenuhi aneka buah yang menjanjikan keteduhan dan ketiadaan akan lapar, betapa bunga-bunganya beraneka warna indah dan menebar aroma wangi semerbak? .... Masuklah. Kau membutuhkannya untuk menghilangkan segala dahagamu, segala letihmu dan segala kepedihanmu".<br /><br /><br /><br />Jiwaku bimbang sejenak dan meragu. Apakah taman surgawi itu benar-benar untukku?<br /><br /><br /><br />Setelah berpikir selama sekian minggu, akhirnya jiwaku pun berpikir "ah ... memang benar. Taman itu sungguh indah. Sulit untuk tidak jatuh hati walau hanya dengan menatapnya saja. Lagipula mungkin ini semua adalah hadiah Tuhan atas semua kedukaan dan kepedihan".<br /><br /><br /><br />Lalu, dengan sedikit serpihan asa yang masih erat di genggaman, jiwaku pun beranjak bangkut, lalu melangkah menghampiri taman tersebut. Tak sulit untuk mencapainya. Hanya dua langkah saja.<br /><br /><br /><br />Dengan sedikit meragu, jiwaku menapaki rumput hijau yang membentang itu. Dan sungguh di luar dugaan ternyata rumput tersebut benar terasa di telapak kaki jiwaku yang telanjang.<br /><br />Lalu dengan hati masih meragi ditambah rasa keterkejutan, jiwaku menghampiri sungai yang airnya mengalir bening dan terlihat menyegarkan. Kemudian menyentuh airnya. Ternyata seperti hal nya sang rumput, air sungai itu pun terasa nyata. Terasa sejuk. Dengan kedua telapak tangan , jiwaku mengambil air tersebut untuk kemudian diteguknya. Ternyata air nya memang nyata menyegarkan. Dan keraguan jiwakupun hilang.<br /><br /><br /><br />Kemudian dengan antusias, jiwaku menghampiri reindangan pohon yang ditumbuhi buah beraneka, menyentuh daunnya, memetik buahnya, untuk kemudian memakannya.<br /><br /><br /><br />Lalu seketika rasa dahaga yang laksana membakar kerongkongan, rasa letih dan lelah yang seakan merasuk hingga sumsum tulang serta rasa lapar yang seakan membuat lambung kehilangan rongganya pun lenyap. Semua hilang tak berbekas.<br /><br /><br /><br />Jiwaku pun berlari menuju hamparan bunga warna warni yang harumnya semerbak itu. Laksana anak kecil yang kegirangan, jiwaku berlari-lari dan melompat-lompat, lalu menjatuhkan tubuhnya di atas bunga -bunga tersebut. Berbaring terlentang dengan penuh rasa suka cita, sambil menatap langit yang tampak melengkung laksana atap sebuah planetarium. Indah. Biru. Cerah Awan hanya tampak sesaput tipis saja. Dan matahari yang tadinya hanya dua jengkal di atas kepala kini tampak kecil dan jauh. Cahayanya yang tadinya menyilaukan mata kini tampak indah. Laksana pendaran lampu di sebuah taman kota yang hanya indah menerangi tanpa menyakitkan padangan mata.<br /><br /><br /><br />"Inikah yang dinamakan bahagia?" Pikir jiwaku.<br /><br /><br /><br />Lupa sudah jiwaku akan kata "fatamorgana". Yang ada hanya rasa cinta, suka cita dan asa untuk bisa selamanya ada disana.<br /><br /><br /><br />Untuk beberapa lama jiwaku berdiam. Menikmati segala keindahan yang ada di sekelilingnya. Hingga akhirnya tertidur.<br /><br /><br /><br />Sekian bulan lamanya jiwaku terlelap. Bermimpi tentang hidup di taman surgawi hingga rentang usia sampai di ujungnya. Hingga akhirnya terbangun karena ia merasakan lelah, lapas dan dahaga kembali menghingapinya. Masih dengan hati yang bersuka cita, jiwakupun bergegas menuju sungai yang airnya dingin dan menyegarkan itu lalu meminumnya. Namun terjadi keanehan. Rasa segar dari air tersebut hilang. Air tersebut tak sama dengan saat pertama kali ia meminumnya. Berulang ia mencoba untuk meminumnya lagi dan lagi. Namun rasa segar air itu tak kunjung datang.<br /><br /><br /><br />Dengan hati bertanya-tanya, jiwaku pun menuju rerindangan pohon yang ditumbuhi aneka buah itu, memetiknya, lalu memakannya. Kembali ia terkejut karena rasa buah yang tadinya terasa manis dan menyegarkan itu kini tidak lagi mampu menghilangkan rasa lapar yang mendera. Berkali-kali ia mencoba untuk memetiknya lalu memakannya. Namun bunyi keras perut keroncongan tak jua mau menghilang.<br /><br />Akhirnya, dengan langkah yang tergayuti bimbang dan keraguan, jiwaku bergegas menuju hamparan bunga warna warni yang wanginya semerbak. Tetapi, lagi-lagi jiwaku kecewa karena bunga-bunga itupun kehilangan wangi nya. Semua keharumannya seolah menguap entah kemana.<br /><br />Jiwa ku pun limbung, terjatuh dan terkapar dengan wajah yang bertatapan dengan sang langit dan matahari. Ah ... ternyata saat ini langit pun tak lagi biru melainkan kelabu. Matahari pun tampak garang dan menyilaukan tak bersahabat.<br /><br />Sesak ... itu yang jiwa ku rasakan manakala menyadari bahwa ternyata sang taman surgawi ternyata hanya indah untuk sesaat. Dan manakala terjaga setelah terlelap karena terbuai keindahannya, semuanya seakan kian semu dan tak lagi nyata.<br /><br />Jiwa ku gemetar hebat. Gemetar karena rasa takut yang sangat akan kemungkinan ketiadaan. Gemetar karena mengisak tangis manakala kemungkinan ketiadaan itu laksana sebuah pisau tajam yang dalam mengiris kalbu.<br /><br />Bilamanakah seandainya nyata adalah tiada?<br />Apakah nyata menjadi tiada karena tak ada lagi asa?<br />Ataukah lmungkin fatamorgana adalah sedianya nyata?<br />Entah apa yang jiwa ku yakini sekarang.<br />Semua yang ada hanya seribu tanya dan tanya.<br />Seribu tanya yang membuat jiwa ku lelah.<br />Akankah jiwa ku bertahan?<br />Entahlah.<br />Yang tersisa hanyalah kepasrahan.<br />Kepasrahan akan keyakinan bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi setiap umatnya.<br />Semoga.<br /><br />(Kutuliskan untuk jiwa ku yg terdiam bimbang .....)henny suhardjahttp://www.blogger.com/profile/14645554073700781321noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4692907068824610467.post-88006637869554087682010-01-20T13:59:00.003+07:002010-01-20T14:16:51.362+07:00KetidakpastianLagi ....<div>Aku bertanya-tanya akan apa isi kepala</div><div>Merasa-rasa akan mengapa gundah gulana</div><div>Mereka-reka akan kemana semua bermuara</div><div><br /></div><div>Lagi .....</div><div>Aku terjebak dalam kenangan masa lalu</div><div>Meratap tanpa tahu kemana mengadu</div><div>Tertawa dengan seringai laksana hantu</div><div><br /></div><div>Lagi .....</div><div>Aku merangkai asa yang tak jelas</div><div>Menggapai mimpi yang sungguh bias</div><div>Mencari kepastian di alam khayal tanpa batas</div><div><br /></div><div>Kapan aku kan mampu tak bertanya?</div><div>Kapan aku kan mampu meredam air mata?</div><div>Kapan aku kan mampu menahan rasa?</div><div>Kapan aku kan mampu melenyapkan segala?</div><div><br /></div><div>Ragu aku merangkai kata menjadi doa</div><div>Tak jelas apakah itu menjadi tanya atau pinta</div><div>Hanya sedikit harap dan asa</div><div>DIA kan menjawab semua</div><div><br /></div><div><i>(terjebak dalam ketidakpastian)</i></div><div><br /></div><div><br /></div>henny suhardjahttp://www.blogger.com/profile/14645554073700781321noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4692907068824610467.post-14685291548737496022009-08-21T18:11:00.004+07:002009-08-21T18:57:10.982+07:00Special buat sahabatku ... Fenty ......<span class="Apple-style-span" style=" color: rgb(51, 51, 51); font-family:'lucida grande';font-size:11px;"><h3 class="UIIntentionalStory_Message" style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; overflow-x: hidden; overflow-y: hidden; "><div id="id_4a8e7c49ebb134900786306" class="text_exposed_root text_exposed" style="display: inline; "><span class="Apple-style-span" style="font-family:arial;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:medium;"><i><span class="Apple-style-span" style="color:#FFFFFF;">Don't wanna say goodbye as i hope you'll still wanna spend your time with us ... so i just wanna say ... cya later sist .... i know there are something better that waiting for you out there ... now you are no longer trapped inside the cage </span></i></span></span><span class="text_exposed_show" style="display: inline; "><span class="Apple-style-span" style="font-family:arial;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:medium;"><i><span class="Apple-style-span" style="color:#FFFFFF;">.... you are a bird ... you can fly as high as you want to .... and you can sing as loud as you like to ....<br />cya Sist ... these past one and a half year with you were the most amazing moment for me and also for Yuli .... From the deepest of my heart .... I LOVE YOU and Yuli as much as I love my own Sist .... So ... I really hope the three of us could always be together in the rhyme of heart ... God Bless You ....</span></i></span></span></span></div></h3><div><span class="Apple-style-span" style="color:#FFFFFF;"><br /></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size:medium;"><span class="Apple-style-span" style="color:#FFFFFF;">Sepenggal kalimat di atas aku tuliskan di wall facebook satu orang sahabat terbaikku .... Fenty .... yang setelah sekian lama bertahan dalam sabar dan doa, akhirnya menyerah dan memilih melangkah ke arah kelokan yg berbeda.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size:130%;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:16px;"><span class="Apple-style-span" style="color:#FFFFFF;"><br /></span></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size:130%;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:16px;"><span class="Apple-style-span" style="color:#FFFFFF;">Aku gak tahu seberapa pentingkah aku menuliskan ini dan seberapa banyakkah makna yang dapat aku bagikan kepada sahabat-sahabat yang membacanya. Aku hanya merasa, sungguh kadang keadaan tak kenal belas dalam merenggut bahagia. Pula saat ini, manakala dia melangkahkan kakinya keluar dari ruangan kantor untuk terakhir kalinya dan tak akan datang lagi hari Senin nanti setelah keputusan RESIGN bulat tertera dalam surat pengunduran dirinya yang telah ia ajukan sejak dua minggu yang lalu.</span></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size:130%;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:16px;"><span class="Apple-style-span" style="color:#FFFFFF;"><br /></span></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size:130%;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:16px;"><span class="Apple-style-span" style="color:#FFFFFF;">Sekian belas tahun sudah aku bekerja. Berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain. Berkali-kali pula meninggalkan dan ditinggalkan rekan-rekan yang telah sekantor denganku selama sebulan, setahun, dua tahun atau bahkan lima tahun ..... rasanya ... biasa saja ....</span></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size:130%;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:16px;"><span class="Apple-style-span" style="color:#FFFFFF;"><br /></span></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size:130%;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:16px;"><span class="Apple-style-span" style="color:#FFFFFF;">Namun kali ini ... aku rasa tak sama. Dahsyatnya letupan amarah dan sedih akan terenggutnya kebersamaan kami bekerja dan bercanda sepanjang hari, sungguh membuatku tak kuasa untuk tak mengungkapkan apa yang aku rasa. Aku sedih ... karena tak ada lagi celoteh bawel di kantor tatkala kami bekerja. Tak ada lagi senda gurau dan godaan-godaan iseng dari si centil pecicilan. Tak ada lagi nyaringnya suara kami bertiga yang kerap mengganggu orang-orang dan menarik perhatian sekitar.</span></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size:130%;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:16px;"><span class="Apple-style-span" style="color:#FFFFFF;"><br /></span></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size:130%;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:16px;"><span class="Apple-style-span" style="color:#FFFFFF;">Aku, Yuli dan Fenty sering tampak bertengkar. Padahal di hati tidak. Sering terlihat bertikai. Padahal di hati bukan. Kami bertiga kerap bicara tanpa suara. Melihat tanpa memandang dan mendengar tanpa telinga. Banyak cerita yang tersampaikan antara kami hanya dari rasa. Rasa yang timbul karena rasa kasih antara kami yang tak bersyarat. Sungguh suatu persahabatan yang paling dalam yg pernah aku rasakan seumur hidupku ....Sungguh ....</span></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size:130%;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:16px;"><span class="Apple-style-span" style="color:#FFFFFF;"><br /></span></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size:130%;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:16px;"><span class="Apple-style-span" style="color:#FFFFFF;">Namun ... selain sedihku .... akupun merasa bahagia. Karena pada akhirnya sang burung bawel dapat keluar dari sangkar ketidak pastian dan terbang bebas menuju kesuksesan. Aku yakin, sangkar yang akan ia hinggapi setelah ini adalah sangkar yang lebih indah dan lebih damai ..... Sangkar yang akan membawa tak hanya kemakmuran ... tapi juga ketentraman .... </span></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size:130%;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:16px;"><span class="Apple-style-span" style="color:#FFFFFF;"><br /></span></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size:130%;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:16px;"><span class="Apple-style-span" style="color:#FFFFFF;">Selamat melangkah sahabatku yang bawel ..... janganlah kau hanya melangkah ... jangan pula kau hanya melompat ... namun terbanglah .... terbanglah setinggi yang kau bisa .... hingga asa yang melayang dapat kau rengkuh seutuhnya .... God Bless You Sist ..... </span></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size:medium;"><span class="Apple-style-span" style="color:#FFFFFF;"><br /></span></span></div><div><br /></div></span>henny suhardjahttp://www.blogger.com/profile/14645554073700781321noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4692907068824610467.post-49548921128048989522009-07-04T09:06:00.004+07:002009-07-04T09:45:24.621+07:00Rasaku (jelang PILPRES 2009)Indonesiaku .....<br />Hari ini aku duduk merenung terpaku<br />Berbagai tanya seakan menari dalam otakku<br />Apa yang bakal terjadi padamu negeriku?<br /><br />Indonesiaku yang tercinta<br />Aku tahu kini kau gundah gulana<br />Dan meratap berlinang air mata<br />Bertanya akan kemana nasib bangsa<br /><br />Seperti saat beberapa bulan yang lewat<br />Kan kami ikuti lagi sebuah pesta rakyat<br />Tapi mengapa laksana hilang semangat<br />Sejuta bimbang ragu malah tersemat<br /><br />Terpilih sudah para wakil rakyat<br />Yang kini dibelakang meja sebagai pejabat<br />Namun ketidak pastian masih nyata terlihat<br />Akankah rakyat takkan lagi melarat?<br /><br />Mengemban tugas membawa suara<br />Kumpulan jerit rakyat jelata<br />Namun entah apa semua kata<br />Tersampai lantang di gedung sana<br /><br />Dan dalam hitungan hari<br />Pemimpin kami akan diseleksi<br />Tapi entah apakah nanti<br />Ia dapat merawatmu wahai negeri<br /><br />Dilayar kaca sudut rumahku<br />Lelah kulihat orang berseteru<br />Bak sebuah pertandingan tinju<br />Penontonnya bertepuk bersorak seru<br /><br />Dukamu negeri yang merdeka<br />Tarian kemiskinan mulai menggila<br />Merangsek sudut kumuh ibu kota<br />Walau lampu lampu malam menyungging senyum jelita<br /><br />Serupa pula yang ada dibalik gunung<br />Geliat derita mulai tak terbendung<br />Perut-perut buncit laksana mengandung<br />Padahal semua hanya lapar membusung<br /><br />Indonesiaku yang konon jaya<br />Aku tahu kau harap pengobat luka<br />Aku tahu kau damba satria penjaga<br />Sayang tak ada dewa namun manusia biasa<br /><br />Sungguh aku berharap kini<br />Semoga kami dapat pemimpin sejati<br />Yang tak cuma berucap mimpi<br />Tapi amanah tertanam di nurani<br /><br />Ah ....<br />Semuanya masih samar tak jelas<br />Bagai sapuan awan tipis di langit yang luas<br />Sesuka berubah dan bergerak bebas<br />Nampaknya nyata namun sesungguh bias<br /><br />Indonesiaku....<br />Doaku kini cuma satu<br />Semoga Tuhan membisik nuraniku<br />Melenyap tanya di dalam kalbu<br />Kala ku sambut masa hak pilihku<br /><br />Semoga Indonesiaku ....<br />Semoga<br />(Amiiiin)henny suhardjahttp://www.blogger.com/profile/14645554073700781321noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-4692907068824610467.post-86311507963975910532009-06-27T15:11:00.003+07:002009-06-27T15:38:19.324+07:00Andai ... (atas nasehat seorang sahabat)Bukan keputuasaan ...<br />Hanya sedih karena kenyataan<br />Rasa tak bisa sebebas awan<br /><br />Bukan kemarahan ....<br />Hanya kekecewaan karena kesadaran<br />Rasa terbelenggu erat keadaan<br /><br />Salah seorang sahabat memberi nasehat<br />Berandai-andai bisa jadi obat mujarab<br />Paling tidak ada hal lain yang tergambar di pojok otak<br /><br />Akupun berandai-andai :<br /><br />Bila saja rasa bagaikan pasir dipantai<br />Terjejak kaki-kaki orang ramai<br />Namun hilang ketika ombak membelai<br /><br />Bila saja rasa bagaikan awan di langit<br />Sangat gelap membumbung bagaikan bukit<br />Namun hilang setelah hujannya menitik<br /><br />Bila saja rasa bagaikan tatasurya<br />Tak perduli matahari bersinar menyala<br />Karena itu hanya secuil dari segala susunan yang ada<br /><br />Bila saja .....<br />Bila saja .....<br />Aaarrrgggghhhh ..... cukuplah berandai-andai kata<br />Aku sudah mulai pusing kepala<br />Kalau kulanjutkan aku bisa jadi gila ....henny suhardjahttp://www.blogger.com/profile/14645554073700781321noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-4692907068824610467.post-10928934266958348212009-06-25T17:49:00.004+07:002009-06-25T18:18:25.411+07:00<span style="font-size:100%;">Kadang aku ingin menjadi bunga .....<br />Cantik dan banyak disuka<br />Elok dan beraneka warna<br />Walaupun layu tatkala esok hari tiba<br /><br />Kadang aku ingin menjadi angin .....<br />Sejuk kala terik menerpa<br />Dinanti layar kala perahu ingin berkelana<br />Walaupun bencana tatkala ia menari berputar menggila<br /><br />Kadang aku ingin jadi batu .....<br /></span><span style="font-size:100%;">Keras tak mudah retak oleh waktu</span><br /><span style="font-size:100%;">Hanya diam terpaku sampai sepatu menendang diriku<br />Walaupun terlindas ban durjana tatkala telah bercampur aspal yang kelu<br /><br />Kadang aku ingin jadi buku ......<br />Indah tatkala pensil warna bocah menari<br />Menakjubkan tatkala pujangga menorehkan puisi<br />Walaupun jadi usang tatkala waktu meniti<br /><br />Namun aku tercipta sebagai manusia ......<br />Yang raganya terbelenggu penjara segala<br />Otak dan jiwa hanya bisa teriak KEPARAAATTTTT<br />Tatkala tak ada daya yang bisa merubah semua<br /><br />Otakku penat sudah merancang cerita<br />Hatiku lelah sudah menyimpan rasa<br />Aku pikir mungkin asik jadi stalagtit saja<br />Menggantung diatas gua tak terganggu<br />Hanya bertambah kuat tanpa rasa yang tak pasti ....<br /><br /><br /><br /></span>henny suhardjahttp://www.blogger.com/profile/14645554073700781321noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-4692907068824610467.post-18880030866181068602009-06-04T13:54:00.002+07:002009-06-04T14:28:12.898+07:00Another Year ... Happy Birthday To Me31 Mei 2009 ....<br />To be in this world .... another year has passed .... and don't know if there will be another year to come .....<br /><br />Another year ..... Angka 1 telah terjumlah secara otomastis di yang namanya "usia"ku. Bukan bertambah tua yg membuatku lara, tapi berapa sisa usia yang membuatku bertanya. Akankah semua yang indah akan tetap ada? Dan akankah semua yang duka terbang sirna?<br /><br />Another year .... Banyak sekali warna yang berpendar ujung usiaku yang lalu. Hingga mataku terasa nanar dan otakku seakan berputar. Sulit sekali untuk mencoba memahami apa yg telah terjadi. Yang kubisa hanya berusaha melakukan yang terbaik, berusaha merasakan yang terindah, berusaha memberikan yang teristimewa .....<br /><br />Another year .... bertambah kerutan di wajah sudah pasti. Tapi itu bukan jadi satu kekhawatiran. Bertambah bijaksana, itu yang masih kunanti. Bukan lagi hidup dalam mimpi-mimpi laksana pemeran dalam sebuah drama. Melainkan hidup dalam ada yang nyata dengan hati ikhlas dan lapang dada.<br /><br />Another year .... yang aku asakan hanya aku dapat membagi cinta dengan sepenuhnya kepada keluarga .... kepada sahabat ..... kepada kerabat ... dan kepada sesama umat .....<br /><br />Another year .... ingin aku berucap do'a ... meminta apa yang bisa kupinta .... berharap apa yang bisa kuucap. Tapi aku tahu .... semua yang telah dan aka diberikanNya adalah yang terbaik .... walau tanpa doa dan tanpa harap, aku hanya akan berusaha melakukan yang terbaik ...... dalam segala ....<br /><br />Another year ...... Happy Birthday To Me ..... :)henny suhardjahttp://www.blogger.com/profile/14645554073700781321noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-4692907068824610467.post-41705621646740940362009-03-12T11:56:00.002+07:002009-03-12T15:08:28.962+07:00Perjumpaan dengan pilihan .....PILIHAN .... sebuah kata yang senantiasa jadi pemicu problema dan juga dilema. Perjumpaan dengan pilihan juga kerap membuat manusia menuai buah simalakama. Ujungnya seringkali tawa bahagia, namun tak jarang pula duka nestapa.<br /><br />Sebuah pilihan .... bisa berisi dua keputusan .... bisa juga tiga .... sepuluh ... dan bukan mustahil pula bila seratus. Yang bila diputuskan salah satu, masing-masing akan berbuah konsekuansi yang yang beragam.<br /><br />Tatkala manusia bersua dengan pilihan, satu hal yang biasanya akan terjadi adalah munculnya kebimbangan dan keragu-raguan. Keraguan akan konsekuensi serta keraguan akan ending yang akan menjadi ujung dari pilihan. Sungguh manusiawi .....<br /><br />Sebagai seorang Gemini sejati, dulu, aku kerap menyikapi pilihan dengan kebimbangan dan keraguan. Dan tatkala pilihan telah kuputuskan, aku selalu melangkah dengan beban tanda tanya yang aku pikul. Tanda tanya yang berisikan prakiraan akan ending dan ratapan serta konsekuensi yang (dulu) aku rasa nyeri bagaikan luka menganga. Putusan akan sebuah pilihan laksana sebuah kesalahan. Dan sesal, acap kali menjadi akhiran yang tertuai.<br /><br />Apa yang salah???? Bukankah tatkala putusan dibuat, sebuah asa akan ending yang indah sudah tergambar walaupun samar??? Asa yang laksana sebuah kanvas tertoreh guratan sketsa yang seharusnya akan menjadi sebuah lukisan yang indah pada akhirnya???? Apa yang salah????<br /><br />Penemuan jawaban akan pertanyaan tersebut kudapat jauh dari yang namanya instan. Proses berjalannya kehidupanku telah membuka pikiranku untuk mendapatkan jawaban bahwasanya adalah salah ketika aku menyesali putusan akan pilihanku. dan adalah keliru ketika aku meratapi konsekuensi yang akhirnya harus aku jalani.<br /><br />Seharusnya, saat putusan akan pilihan telah dibuat, aku sikapi dengan dengan optimisme. Dan saat konsekuensi muncul, aku nikmati sebagai sebuah proses akan suatu pencapaian ending yang indah.<br /><br />Bersua dengan pilihan, tak selayaknyalah manusia larut dalam kebimbangan dan keraguan. Larut dalam bimbang dan ragu hanya membuat kita seakan jalan di tempat .... tak bergerak .... statis ....<br />Putuskan segera ... jalani pilihan dengan sebaik-baiknya, nikmati prosesnya ....serta berdamailah dengan putusan itu.<br /><br />Memutuskan .... sejatinya bukan hal yang mudah. Tapi sebagai manusia yang tak hanya punya raga melainkan juga jiwa, putuskanlah pilihanmu tidak hanya dengan logika, namun juga dengan rasa. Dan putuskanlah pilihanmu tak hanya dengan hitungan untung rugi, melainkan juga dengan nurani .......<br /><br />Selamat melangkah dan menapaki kehidupanmu sahabat .....henny suhardjahttp://www.blogger.com/profile/14645554073700781321noreply@blogger.com10tag:blogger.com,1999:blog-4692907068824610467.post-23022723449536982732009-03-10T13:57:00.002+07:002009-03-10T14:01:28.070+07:00Buat Mu lelaki (tentang ku wanita)Lelaki ….<br />Lelakumu membuat wanita limbung<br />Lelaki ….<br />Lelakumu membuat wanita luluh<br />Lelaki ….<br />Lelakumu membuat wanita lara<br /><br />Lelaki ….<br />Wanita bukan hanya seraut muka<br />Wanita bukan hanya<br />Wanita bukan hanya bokong dan dada<br />Wanita bukan hanya senyum dan tatap mata<br /><br />Lelaki ….<br />Wanita juga jiwa selain raga<br />Wanita juga pemikiran selain tutur kata<br />Wanita juga rasa selain gairah membara<br /><br />Lelaki ….<br />Jangan hitung wanita sebagai angka satu dua dan tiga<br />Jangan pandang wanita sebagai penyemarak dunia<br />Jangan buat wanita sebagai air penghilang dahaga<br /><br />Lelaki ….<br />Mengertilah bahwa wanita juga punya cinta<br />Ketahuilah bahwa wanita juga punya cakrawala<br />Sadarilah bahwa wanita punya hati dan jiwa<br /><br />Lelaki ….<br />Aku bukan angka hingga tak bisa dihitung sebagai kesatu dua atau tiga<br />Akupun bukan obyek hingga tak bisa kau jadikan sebagai penyerta apalagi penderita<br />Dan aku bukan alas kaki yang bisa kau tukar setiap saat kau suka<br /><br />Lelaki ….<br />Lelakumu … apapun itu …. Tidakkah kau sadar bahwa setiap hari selalu ada wanita yang setia menantimu kembali …. Dan menerimamu apa adanya ….<br />Sadarilah … sebelum milikmu yang berharga hilang untuk selamanya<br /><br />(bukan jawaban buat Mas Doddy ;) ….. )henny suhardjahttp://www.blogger.com/profile/14645554073700781321noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4692907068824610467.post-3308011943807043072009-03-05T15:09:00.003+07:002009-03-05T15:15:21.100+07:00Ceritaku tentang PEMILUBtw ,,,, tulisan ini dah aku titip posting di blog temen. Baru sempet aku posting di blog sendiri kali ini ..... semoga bermanfaat .... cheers guys .....<br /><br />Jakarta, 01 Februari 2009<br /><br />Bicara tentang PEMILU, sebenarnya, apa sih makna dari pemilu? Dari sejak SD, aku diberitahu oleh Ibu guru bahwa PEMILU itu kepanjangan dari Pemilihan Umum. Terus waktu sudah mulai beranjak remaja or agak dewasa, mulai juga tahu kalau PEMILU itu adalah pesta demokrasi.<br /><br />Tapi kalau sekarang, makna PEMILU sudah berubah buatku, yaitu menjadi PEMILU sama dengan fenomena lima tahunan. Agak berlebihan memang kedengarannya. Tapi buat aku pribadi, ada banyak hal yang membuat aku berpendapat demikian.<br /><br />Aku memandang pemilu sebagai sebuat fenomena karena setiap akan dilaksanakan pemilu, si pemilu ini jadi bahan perbincangan, diskusi, perdebatan, ataupun berita yang paling hebat. Baik di stasiun televisi, surat kabar ataupun dikalangan para politisi serta petinggi petinggi negara.<br /><br />Bukan cuma buat orang yang semangat pingin nyoblos (karena berbagai alasan, misalnya memang simpatisan partai, atau nge fan sama calegnya atau berbagai alasan lainnya), tapi juga buat orang-orang yang apatis sama pemilu dan memilih jadi golput, ikutan ramai memperbincangkan soal pro kontra mereka tentang si pemilu dan partai-partai beserta caleg-caleg yang ada di dalamnya. Dan yang paling menghebohkan adalah berita yang aku dengar minggu lalu tentang fatwa MUI yang mengharamkan menjadi golput alias tidak nyoblos!!! Walaaaaaah … kok ya lebih heboh dari sensasi goyang ngebor Mbak Inul Daratista ya?!!!<br /><br />Selain itu, satu yang aku temukan adalah, menurut aku, yang namanya si pemilu ini ternyata sudah jadi suatu fenomena sosial buat masyarakat yang tinggal di daerah perkampungan-perkampungan Ibu Kota. Terutama bagi kalangan para ibu rumah tangga. Contoh real nya, gak jauh-jauh, yaitu di lingkungan tempat tinggalku sendiri.<br /><br />Coba aja, setiap hari para ibu-ibu sibuk ngobrolin tentang parpol plus para calegnya. Gak cuma waktu nenangga atau waktu arisan aja. Tapi waktu pengajian dan senam pun yang rame di obrolin tentang itu. Fenomenal kan? Biasanya obrolan para ibu-ibu kan kisarannya gossip, anak, keluarga, harga belanjaan dan topik yang paling favorit gossip-gosip infotaiment serta sinetron, tapi kali ini semuanya tampak kalah pamor sama yang namanya pemilu (alias parpol plus calegnya).<br /><br />Karena penasaran, aku coba nimbrung dalam perbincangan ibu-ibu tetangga, pengen tahu, apa sih sebenarnya yang membuat para pakar sinetron dan infotaiment ini tercuri perhatiannya oleh si pemilu? Dan ternyata …. Wow ….. really interesting! Karena bukan Cuma pemilunya aja yang di obrolin, tapi juga soal ikut jadi kader atau simpatisan partai. Hebat kan?<br /><br />Iseng-iseng aku bertanya kepada salah seorang Ibu setengah baya yang aktif di PKK tentang mau jadi kader atau simpatisan partai apa? Siapa ketua partainya? Dan kenapa mau jadi kader atau simpatisan partai tersebut?<br /><br />Pertanyaan kesatu dijawab oleh si Ibu bahwa dia mau jadi anggota partai A. Pertanyaan kedua juga dijawab bahwa ketua parpolnya Bapak Anu. Dan …. Nah … pertanyaan ketiga ini yang sangat menarik jawabannya. Katanya Ibu tersebut mau jadi anggota partai A karena suatu hari, salah seorang anggota partai tersbut datang ke rumahnya bersama salah seorang caleg. Katanya sih silaturahmi. Singkat kata perbincangan tersebut berakhir pada permintaan agar si Ibu menginformasikan kepada rekan-rekannya agar berkumpul disuatu tempat, karena sang Caleg mau memperkenalkan diri. Dan bagi yang hadir nantinya akan dapat sembako. Walaaaah ….. pantes aja para ibu-ibu semangat 45 buat datang, pikirku. Dan lebih jauh lagi, aku dengar bahwa bukan cuma satu parpol saja yang sudah datang silaturahmi, tapi sudah beberapa (alias lebih dari 2 atau 3) yang pada saat acara silaturahmi selesai, mereka memberikan “ucapan terima kasih” atas waktunya dalam bentuk uang, sembako bahkan ada yang memberi souvenir berupa kerudung.<br /><br />Mendengar hal tersebut, aku jadi berfikir, ini sebenarnya “ PESTA DEMOKRASI” atau “PESTA DAPUR NASI” sih? Sementara buat para politisi dan para petinggi Negara, pemilu menjadi sebuah ajang kompetisi demi memenangkan suatu kedudukan, sedangkan buat para ibu-ibu tersebut pemilu jadi ajang mengisi waktu luang sambil mencari tambahan penghasilan. Sungguh sebuah ironi. Tapi, bukan salah ibu-ibu tersebut untuk menerima hal-hal tersebut. Karena toh itu tidak merugikan siapapun.<br /><br />Hanya saja, buat ku, yang lebih menyedihkan lagi adalah karena ternyata saat ini pemilu sudah kehilangan makna sesungguhnya, yaitu demokrasi. Karena fenomena sosial yang terjadi tersebut seakan menjadi suatu indikasi bahwa tak ada lagi nilai luhur moralitas yang dapat dijadikan penarik perhatian untuk para ibu-ibu rumah tangga tersebut selain dari iming-iming materi yang tidak seberapa nilainya. Sangat menyedihkan untuk mengetahui bahwa tak lagi ada nilai amanah yang bisa dijunjung dan dijadikan nilai promosi utama yang bisa dijual oleh parpol dan calegnya.<br /><br />Mungkin anda semua tahu beberapa kasus gontok-gontokan dua kubu karena perebutan posisi kepala daerah. Jika kita melihat hal tersebut menggunakan nurani, maka hal tersebut sungguh merupakan sebuah cerminan akan hilangnya makna “amanah” seorang pemimpin. Bukankah apabila nilai amanah tersebut masih ada dalam diri yang tak terpilih, maka tak akan mungkin ada protes atau pertempuran fisik antara kedua kubu yang terpilih dan tak terpilih? Karena bila terpilih, sadarkah akan seberapa besar hal yang harus dipertanggung jawabkan orang tersebut pada saat akhir zaman tiba nanti? Pemilihan kepala daerah, atau pemilihan anggota legislative, atau pemilihan kepala Negara, seharusnya bukan lihat sebagai ajang kompetisi seperti layaknya pertandingan olah raga. Dimana selalu ada pihak yang menang dan yang kalah. Melainkan dilihat sebagai suatu ajang akan pemberian kesempatan tentang akan dipikulnya sebuah tanggung jawab dengan nilai amanah didalamnya.<br /><br />Sebagai orang yang sangat awam dalam hal agama dan sangat buta tentang politik, aku jadi bertanya-tanya tentang fatwa “haram tidak nyoblos” nya MUI. Karena bila yang jadi calonnya saja tidak bisa menjunjung nilai amanah dalam dirinya sendiri, lalu bagaimana aku bisa menentukan pilihanku? Apakah aku harus pake system “hitungan kancing baju” atau tutup mata dan asal sekenanya aja? (Kalau kata orang betawi istuilahnya Da De Do kena masa bodo). Lalu, kalau begitu, jika yang kita pilih ternyata orangnya tidak amanah, kita yang udah milih beliau tersebut dosa juga dong! Artinya nyoblos gak nyoblos sama-sama dosa. Gitu gak sih?<br /><br />Sahabat-sahabatku, apa yang aku tulis ini bukan untuk menyalahkan system demokrasi, bukan juga untuk menjelek-jelekkan partai-partai politik. Aku sangat sadar bahwa aku bukan siapa-siapa. Apa yang aku tuliskan ini adalah merupakan gambaran kesedihan hatiku akan realita yang ada. Dan hingga saat ini pun, aku masih belum tahu pasti apakah aku akan menggunakan hak pilih ku atau tidak. Sampai saatnya pesta demokrasi itu tiba, aku akan membiarkan nuraniku melihat, mendengar dan menentukan apa yang sebenarnya Tuhan inginkan untuk aku lakukan. Karena aku selalu percaya bahwa apa yang dikatakan oleh nuraniku adalah apa yang Tuhan bisikkan untukku.<br /><br />SELAMAT MENJELANG PESTA DEMOKRASI 2009. SEMOGA KATA “AMANAH” MENJADI KUNCI KEBERHASILAN PEMILU DI TAHUN INI!henny suhardjahttp://www.blogger.com/profile/14645554073700781321noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4692907068824610467.post-33380215571734358462009-02-09T10:28:00.001+07:002009-02-09T16:59:08.773+07:00Ungkapan terima kasih kepada sahabat<span style="font-size:85%;">Jakarta, 5th Februari 2009<br /><br />Jujur kukatakan bahwa hari ini aku merasa sangat bahagia karena untuk pertama kalinya aku merasakan betapa indahnya menulis. Padahal, saat pertama kali aku mendengar saran salah soeorang temanku untuk mencoba menuangkan pikiran dan perasaanku menjadi sebuah tulisan, aku tidak terlalu berminat untuk mencoba. Karena yang ada dalam otakku adalah “apakah aku bisa?” …. “buat apa?” dan “bila aku menulis, siapa pula mau perduli meluangkan waktunya untuk membaca tulisanku?”<br /><br />Berbulan-bulan lamanya aku membiarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut menggantung di benakku tanpa jawaban. Sampai akhirnya pada suatu saat, aku terinspirasi oleh obrolanku dengan seseorang tentang “menulislah untuk diri sendiri” serta untuk “berusaha menikmati setiap proses yang terjadi dalam kehidupan tanpa memikirkan hasilnya”. Setelah itu, aku jadi berpikir, “mengapa tidak kucoba? Toh tak ada ruginya dan tak melelahkan pula”.<br /><br />Pertama kali kugoreskan penaku, keraguan masih ada. Tapi aku tetap mencoba untuk merangkai kata demi kata yang untuk menggambarkan kepedihan hatiku pada saat aku ditinggalkan oleh adikku tercinta untuk selamanya (baca kisahku JANGAN TUNDA NANTI). Setiap kalimat yang tersusun seakan merupakan satu gambaran tentang “mengapa” dan “bagaimana” peristiwa tersebut dapat membuat hatiku seakan tertusuk begitu dalamnya, hingga setiap saat aku teringat kejadian tersebut, bukan hanya ragaku yang menangis, namun juga jiwaku.<br /><br />Akhirnya, sebuah kisahpun tercipta. Tapi bukan hanya kisahnya, namun pertanyaan-pertanyaan tentang “mengapa” dan “bagaimana” yang ada dalam benakku pun tanpa sadar telah terjawab dengan sendirinya. Sungguh suatu keajaiban yang indah buatku.<br /><br />Tulisan tersebut kukirimkan kepada teman yang pernah menyarankan ku untuk menulis. Perasaan ragu namun juga sangat antusias untuk mengetahui apa pendapat beliau tentang karya pertamaku menyelimuti hatiku. Tapi diluar dugaan, ternyata tak ada celaan, tak ada cercaan dan tak ada koreksi yang disampaikan kepadaku. Hanya kata-kata penyemangat dan kesediaannya untuk memposting tulisanku tersebut ke dalam blognya yang ia sampaikan.<br /><br />Setelah kisah pertama tercipta, sedikit demi sedikit gairah menulisku pun mulai timbul. Hingga terciptalah kisah kedua, ketiga dan seterusnya, yang semuanya aku titipkan dalam blog temanku. Tak terpikir sedikitpun akan kemungkinan apakah tulisanku akan dibaca orang atau tidak. Kesenanganku hanyalah semata karena kesediaan temanku tersebut untuk membaca, mengedit, dan memposting tulisanku. Hanya itu saja. (Kalau anda baca kisah-kisahku di blog beliau dan tata bahasanya tampak teratur rapih, maka itu karena jasa temanku. Maklum, masih amatir J ).<br /><br />Tapi, what a surprise?! Lagi-lagi diluar dugaanku. Ternyata ada orang lain yang bersedia membaca tulisanku. Malah ada yang memberi komentar. Sungguh …. Suatu hal yang luar biasa indah … It’s so amazing! Ternyata gairahku untuk bercengkrama dengan pena dan kertas saat ini telah membuahkan satu kenikmatan yang sensasinya ingin kurasakan lagi dan lagi. Sungguh luar biasa.<br /><br />Selain itu, satu keindahan lain yang aku rasakan dengan menulis dan membagi tulisanku adalah aku dapat mengenal sahabat-sahabat tanpa perduli akan pertemuan secara lahiriah. Melainkan mengenali pemikiran-pemikirannya, opini-opininya serta pandangan-pandangannya ternyata jauh lebih indah ketimbang bertemu bertatapan muka. Dengan mengetahui pemikiran, opini serta pandangan para sahabat, cakrawala hidupku jadi kian luas. Segala pemahaman tentang cinta, kebahagiaan, kesuksesan dan lain sebagainya menjadi sangat mudah untuk dimengerti. Juga pemahaman tentang betapa luasnya dunia, namun betapa sedikit waktu yang Tuhan berikan kepada kita untuk menjalaninya, membuatku belajar untuk menikmati setiap jam, setiap menit, setiap detik dari semua proses dalam kehidupanku. Dan berusaha agar selama aku berada di dunia ini, aku dapat melakukan sesuatu yang bermakna untuk diriku dan orang-orang disekelilingku.<br /><br />Jadi, menulis itu sangat membahagiakan. Mulailah menulis. Seperti yang dikatakan oleh temanku, tak ada kata terlambat untuk memulai dan tak pula terlambat untuk belajar.<br /><br />Buat para sahabat yang telah lebih dahulu menulis, sungguh kebahagiaan yang sangat luar biasa buat aku manakala anda mau meluangkan waktu untuk sekedar membaca, mengkritik atau bahkan mencela. Karena apapun itu, apresiasi anda akan menjadi penyemangatku untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Terima kasih banyak.<br /><br />I hope all of the thoughts that we share to others can make someone’s world a lot better.<br /><br />Selamat bercinta dengan untaian kata buat para sahabat semua.<br /><br />Henny<br /><br />Ps. Mas Doddy …. Hanya ini ucapan terima kasihku yang bisa aku berikan kepada anda. Thank’s a lot buat kesediaannya memotivasi, mengedit, memberi judul, serta member “tumpangan” buat aku di blog anda. Wish you all the best always.<br /></span>henny suhardjahttp://www.blogger.com/profile/14645554073700781321noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-4692907068824610467.post-58114665288426116572009-02-09T10:26:00.000+07:002009-02-09T10:28:06.599+07:00Penemuanku akan makna "CINTA"Jakarta, 10 Januari 2009 <br /><br />Dear friends …..<br /><br />Minggu lalu aku sempat melontarkan satu pertanyaan kepada salah seorang sahabat mengenai “apakah makna CINTA?” dan juga “apakah bisa disebut cinta bila seorang pria beristri mencintai seorang wanita lain? Karena cinta yang tumbuh di hati pria itu telah menyakiti orang-orang disekeliling nya. Yakni istri dan anak-anaknya.” Dan jawaban dari sahabatku itu adalah :<br />1. Makna CINTA adalah tentang memberi … tanpa memikirkan untuk menerima.<br />2. Yang dirasakan pria tersebut adalah NAPSU dan bukan CINTA.<br /><br />Terus terang, jawaban tersebut buat aku tidak salah. Buat aku, yang hampir tidak percaya dengan yang namanya cinta, merasa tidak puas. Karena aku rasa, ada deskripsi yang lebih luas lagi yang bisa menjabarkan dan menjelaskan makna CINTA tersebut. Namun aku sama sekali tidak menyangka, bahwa ternyata jawaban tersebut aku dapatkan dari keluargaku sendiri, dalam sebuah moment duka.<br /><br />Kemarin, suamiku kehilangan salah satu adik “se-ayah”nya yang meninggal karena kanker otak. Kami sekeluarga, berikut ipar-iparku pun melayat ke kediaman ibu tiri suamiku. Terus terang, hubungan kami dengan pihak keluarga disana tidak dekat. Aku rasa, sebagai keluarga dari istri pertama yang banyak merasakan kesedihan, kecewa, marah dan benci tatkala sang ayah memutuskan untuk menikahi perempuan lain, menyebabkan timbulnya suatu penolakan akan keberadaan “keluarga kedua” tersebut. Selama sekian puluh tahun, komunikasi sangat jarang terjadi. Paling, hanya sekedar ucapan “Selamat hari raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin” yang disampaikan kedua belah pihak sekali dalam setahun. Selebihnya ….. tidak ada.<br /><br />Sampai dengan hari Kamis malam kemarin, kami mendengar kabar duka bahwa salah seorang adik “se-ayah” suamiku meninggal dunia karena kanker otak. Malam itu, ada ekspresi yang lain di wajah suamiku. Eksperi kesedihan yang sangat dalam. Eksperi yang sama dengan saat ia kehilangan ibu atau ayahnya. Ekspresi seseorang yang kehilangan orang yang dicintainya.<br /><br />Esoknya, kami sekeluargapun melayat ke rumah duka. Dan, satu moment pertemuan dengan beribu macam perasaan pun terjadi. Tatkala kedua keluarga tersebut bertemu, mereka saling berpelukan, saling bertangis-tangisan, saling mengisahkan kejadian-kejadian yang membahagiakan dimasa lalu sambil mengenang sang almarhum. Moment yang sangat jauh dari kata-kata benci, kecewa, marah, dendam dan lain sebagainya.<br /><br />Saat itu, akupun mulai berpikir, bahwa ternyata CINTA, selain tentang MEMBERI tanpa memikirkan MENERIMA, juga tetang MEMAAFKAN, MENCOBA MENGERTI DAN MENERIMA SESUATU DENGAN SEGALA KELEBIHAN DAN KEKURANGANNYA, dan berbagai macam “tentang” lainnya yang kesemuanya, aku bila aku ringkas, menjadi “UNCONDITIONAL LOVE” atau “CINTA TANPA SYARAT”. Karena, menurutku, cinta seharusnya memang tak bersyarat. Apapun, siapapun dan bagaimanapun, cinta, haruslah dapat mendamaikan segalanya. Sulit bagiku untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai makna cinta yang kudapatkan kemarin. Selain ….. cinta … saat ini bagiku adalah suatu anugrah yang diberikan Tuhan kedalam hati umatnya …. Siapapun itu ….. yang mau melihat dengan hati dan mendengar dengan nurani.<br /><br /><br />Salam cinta buat semua sahabat …..<br /><br /><br />Hennyhenny suhardjahttp://www.blogger.com/profile/14645554073700781321noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4692907068824610467.post-66461604758464290852009-02-09T10:24:00.000+07:002009-02-09T10:26:23.740+07:00Lagi mikirin tentang PENCAPAIAN<span style="font-size:78%;">Jakarta, 17 January 2009<br /><br />Gak tau kenapa, hari ini aku lagi kepikiran tentang sebuah kata, yaitu “pencapaian”. Mungkin karena ada seorang temanku yang minta saran tentang keputusannya untuk resign dari tempat bekerjanya.<br /><br />Ceritanya, temanku yang udah bekerja selama hampir 4 tahun ini udah mulai merasa gak nyaman dengan atmosfir lingkungan kerjanya, secara keseluruhan. Ya kantornya, ya menejemennya, ya bos nya …. Semuanya deh!<br /><br />Pertama soal kantornya, yang terletak dirumah sang bos. Suasana “rumahan” membuat dia merasa suasana kantornya “kurang professional”. Anak-anak kecil berseliweran, bau masakan dari dapur yg mampir menyengat setiap menjelang siang, dan banyak urusan-urusan rumah tangga yang tercampur-campur dengan urusan kantor. Pernah suatu hari uang salah seorang baby sitter hilang. Dan karena rumah jadi kantor, kantor jadi rumah, alhasil semua karyawanpun disidang dan dimintai keterangan. Ketidak nyamanan pun terjadi karena semua karyawan jadi saling curiga mencurigai. Masing-masing punya asumsi tentang siapa pelakunya. Itu betul-betul menimulkan rasa tidak nyaman. Hingga, walaupun akhirnya sang pelaku mengembalikan uang tersebut ke tempat semual secara diam-diam, masalah tetap tergantung tidak selesai, karena rasa tidak nyaman tersebut sudah terlanjut tertanam. Apalagi hingga saat ini sang pelaku tetap tidak terungkap identitasnya.<br /><br />Lalu soal manajemen kantor tersebut yang bener-bener based on Boss Mood. Alias suka-suka bos aja mau kemana atau mau ngapain. Seorang personil gak pernah bisa tahu apa tugasnya hari ini. Karena semuanya based on boss’s command. Misalnya, satu orang disuruh incharge di project A, tapi besok bisa jadi dia di minta incharge di project B. Dan nanti-nanti, sang bos bisa saja menanyakan progress dari project A dan yang personil tersebut harus tahu progressnya. Padahal konsentrasinya sedang tercurah pada project B. Ribet ya ….. Alurnya gak jelas.<br /><br />Lalu, soal si Bos yang moody. Kadangkala, satu masalah besar bisa jadi gak ada bila sedang in a good mood. Tapi sebaliknya hal kecil bisa jadi besar dan membuatnya meledak-ledak jika sedang bad mood.<br /><br />Hal-hal tersebut diatas bukan curhat. Tapi itulah sedikit dari sekian banyak hal yang dikeluhkan oleh temanku.<br /><br />Untuk mengetahui perasaan temanku, akupun melontarkan satu pertanyaan tentang “apa yang diinginkan”. Dan jawabannya adalah bekerja dengan tantangan hingga semua kemampuannya bisa dipergunakan secara maksimal. Dan yang lainnya adalah bisa menjadi seorang pembuat keputusan or decision makeryang setiap keputusannyaakan berdasarkan pertimbangan profesionalisme yang ia miliki. Yang lainnya lagi adalah perkembangan karir.<br /><br />Satu yang aku sarankan kepada temanku adalah, untuk membuat satu garis lurus yang kira-kira dapat mewakili range atas pencapaian yang ia inginkan. Dimana pada garis lurus tersebut terdapat angka-angka dari 1 sampai dengan 10 yang merupakan perwakilan dari setiap keinginan pencapaian. Dan minta temanku untuk membayangkan, kira-kira, bila dia tetap bekerja di tempatnya sekarang, apakah dia akan mencapai ke angka 10? Apakah kira-kira dibawah 5? Karena jika ternyata jika angka yg dicapai dibawah angka 5, yaaa…. Cepat-cepatlah hengkang cari kerja baru. Karena kayaknya wasting time kalau stay, ambisinya gak bakal tercapai.<br /><br />Memang sih, agak dipaksakan matematis pertimbangannya. Tapi menurut aku, harusnya dia bisa mengenali seberapa besar skala pencapaian yang disediakan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Karena hal tersebut adalah hal yang bisa menjadi penentu sebuah keputusan “resign” atau “stay”. Misalnya, apabila perusahaan Cuma bisa mengakomodasi 4 bar skala pencapaian dari 10 bar skala pencapaian yang ingin dicapai, maka kemungkinan hasil “tidak puas” sangat besar. Logikanya setelah sampai ke angka 4, mau kemana lagi? Mau naik lagi chance nya more to “impossible”. Secara gambling, chance nya pasti tidak 50:50 (gambling kan chance nya 50:50).<br /><br />Apa yang aku katakan ini bukan untuk menilai bagus tidaknya satu perusahaan. Karena pengetahuan aku tentang manajemen atau sehat atau tidak sehatnya sebuah perusahan, secara jabatanku masih sebagai pegawai bagian administrasi yang tidak pernah makan bangku kuliahan. Dan lagi pula, aku juga tahu jika setiap perusahan pasti sudah merancang pencapaian-pencapaian secara professional.<br />Melainkan, yang ingin aku tekankan adalah bahwa seharusnyalah setiap orang mengenali dirinya sendiri dengan baik. Mengenali keinginan, mengenali kemampuan dan mengenali intuisinya. End up yang di harapkan juga bukan supaya supaya si karyawan lantas jadi kutu loncat alias pindah-pindah kerja terus. Tapi …. At leat, kalau sudah tau keinginannya, sadar kemampuannya sampai mana, masa sih Tuhan tidak member satu pekerjaan yang sesuai? Cari kerja memang susah. Tapi jika kita bekerja dengan hati yang aman dan situasi yang nyaman, outputnya mudah-mudahan juga maksimal. Dan semua itu tidak akan bisa didapat bila atmosfirnya sendiri juga sudah tidak sehat.<br /><br />So, semua yang aku tulis ini berujung pada :<br />Buat aku mengenali keinginan bukan berarti mulai bermimpi … melainkan menjadi sebuah awal dari satu penciptaan target.<br />Mengenali kemampuan bukan berarti sombong … melainkan untuk mengetahui seberapa banyak kita dapat berbuat dan seberapa banyak kita harus belajar lagi.<br />Mengenali intuisi juga bukan irasional … melainkan untuk mendengar apa yang Tuhan mau. Karena bila Tuhan bicara tidak ke telinga kita. Melainkan membisikkan kedalam hati kita.<br /><br />Satu yang pernah di share oleh salah seorang sahabat net aku bahwa, “jangan kau cintai tempatmu bekerja. Melainkan cintai pekerjaanmu. Mencintai pekerjaanmu pasti akan membuatmu perduli akan seberapa baikkah yg telah kau lakukan, bukan seberapa besar yang akan kau dapatkan.<br /><br />And still … pray … do the best … and let GOD do the rest.<br /><br />Buat yang udah lebih ngelotok dalam berkarir, maaf ya kalau tampaknya sok tahu. Kalau salah mbok ya diberi tahu …. Celaan dan cercaan anda-anda semua merupakan ilmu gratisan buat aku yang luar biasa manfaatnya.<br /><br />Henny<br /><br /> </span>henny suhardjahttp://www.blogger.com/profile/14645554073700781321noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4692907068824610467.post-36499947601063540552009-02-09T10:21:00.000+07:002009-02-09T10:24:24.983+07:00Jangan tunda nanti<span style="font-size:78%;">Dear all friends …..<br /><br />Sebelumnya gue harap semua yang baca maklum dengan bahasa yang gue pake karena rada aneh or rada seenaknya. Gue cuman mau apa gue sampaikan bener-bener nyampe messegenya dan bisa jadi contoh … cambuk … or apalah … agar lo lo orang gak menyia nyiakan sedetikpun waktu yang ada antara lo dengan orang-orang yang lo sayangin.<br /><br />Gue sama sekali gak pernah menyangka bahwa tanggal 03 Mei 2005 bakal jadi hari tersedih dan termenyesal sepanjang gue hidup.<br /><br />Seperti biasa, kalau tanggal-tanggal muda or habis gajian gitu, kita-kita anak nyokap selalu janjian ketemu dirumah nyokap. Seperti juga hari itu, kayak biasa, setiap hari Minggu gue selalu meluangkan waktu buat nengokin nyokap gue. Dan nyokap, yang kebetulan dah hampir sebulan gak ketemu adik gue, Hendar, minta gue buat telpon dan tanya kapan mau datang. Waktu itu anak gue baru mulai pintar bicara. Sangat pintar buat ukuran anak umur 3 tahun. Jadi dengan santainya gue minta anak gue itu yg bicara. Setelah tersambung, anak gue, Medwin, mulai berceloteh dan bertanya macam-macam, termasuk kapan Om mau datang ke rumah Nenek, jangan lupa bawa coklat dan lain sebagainya. Nyokap gue, waktu tahu gue menyuruh anak gue yg bicara, protes. Katanya “Hen, jangan Medwin lah yg ngomong …. Kamu aja …. Pastiin Hendar mau datang kapan, jam berapa dan mau dimasakain apa”. Gue cuma menjawab enteng “gak pa pa …. Ewin aja yang tanya ya ……”. Medwin waktu itu sangat antusias dan tanpa ragu menjawab dengan sangat jelas bahwa Om Hendar mau datang tanggal 5, jangan lupa masakin sayur asem, sambel terasi, ayam goreng, tahu tempe dan ikan asin. Menu Favorit. Nyokap tetap bersungut-sungut dan tetap minta gue telpon lagi dan bicara. Tapi gue tetap gak telpon.<br /><br />Sampai akhirnya, waktu janjian kita dah tiba, tanggal 3 Mei 2005, hari Selasa. Gue ngantor seperti biasa, merasa bahwa hari itu akan baik-baik saja dan gak bakal ada kejadian special. Sesekali gue berharap Hendar bakal telpon ke HP gue buat sekedar say hi or sekedar janjian jam berapa kumpul di rumah nyokap. Beberapa kali HP gue bunyi … tapi ternyata bukan Hendar. Sampai akhirnya betul HP gw berbunyi dengan nama “hendar” tertera sebagai penelepon. Gue seneng bukan main ….. Seperti biasa … dengan gaya bercanda yang rada “kelewatan” gue angkat HP gue dan menyapa “halo …. Eh … monyet …. Jadi gak hari ini???? Jam berapa????” sepersekian detik …. Suara di seberang menjawab …. Tidak jelas …. Seperti gumaman …. “Halo ….. Hendar ……” ulang gue ….. dan ternyata yang menjawab bilang bahwa dia bukan Hendar “bukan Mba’ … aku Budi”. Dengan heran gue bertanya,,,, Budi siapakah yang bicara… yang ternyata adik ipar dari Hendar.<br /><br />Siapa yang bicara dan mengapa Hp Hendar dipake Budi …. Gak bikin gue kaget sama sekali. Tapi …. Yang mengejutkan adalah ….. Budi menelepon untuk mengabarkan bahwa adik gue … Hendar …. Baru aja MENINGGAL KARENA KECELAKAAN …. . Tanggal 3 Mei 2005, jam 10.30 pagi, hari yang sebenarnya cerah banget …. Mendadak gelap,,,, tapi bukan karena mendung …. Jiwa gue kayak melayang gak tau kemana …. Tapi gue gak pingsan ….<br /><br />Dengan hati yang shock, sedih dan terpukul … gue berusaha berfikir bagaimana cara gue buat menyampakain kabar itu ke nyokap dan saudara-saudara gue yang lain. Tapi,,,, akhirnya apa yang harus gue sampaikan bisa tersampaikan. Dan kami sekeluarga berbondong-bondong menuju Rumah Sakit Karawang … dan menemui Adik gue …. Hendar …. Dalam keadaan tak bernyawa dan mengenaskan.<br /><br />Dada gue sesak …. Otak gue gak bisa mikir …. Gak tau harus gimana ….. gue gak rela adik gue meninggal ,,,, gue gak terima adik gue dikubur …. Gue gak rela …… Gue gak rela ….. karena gue sadar … gue udah menyia-nyiakan kesempatan gue berbincang-bincang dengan adik gue buat yang terakhir kalinya hari Minggu kemarin ….. gue udah menyepelekan kesempatan gue cuma buat sekedar tanya “apa kabar lo ….” Or “kemana aja lo ….” Yang secara gak langsung bisa jadi penyampaian rasa sayang gue sama Adik gue …… GUE NYESEL …….<br /><br />Rasa sesal gue betul-betul memenuhi hati gue sampe gue sesak napas …. Bayangan wajah Hendar seakan-akan menempel dipelupuk mata gue dan gak mau hilang … bahkan saat gue memejamkan mata gue ….. Gue menangis sampai air mata gue gak bisa keluar lagi … tapi bayangan wajah Hendar tetap gak mau hilang ….<br /><br />Tiga hari setelah meninggalnya Hendar …. Ternyata Tuhan masih berbaik hati sama gue …. Gue diberi kesempatan bertemu dengan Adik gue tersayang itu dalam mimpi …. Dia datang menghampiri gue dengan menggunakan seragam putih Angkatan Lautnya … pamit …. Bilang dia akan pergi untuk selamanya …. gue menangis dan teriak memintanya buat gak pergi … gue peluk Adik gue dengan erat sangat erat …. Hingga akhirnya sosoknya menguap seperti kabut …… mendadak hati gue yang tadinya sesak terasa kosong … hampa … Emang sih sesaknya hilang tp kok aneh…. Kayak ada sebagian dari isi hati gue yang terbang ….. Dan pada saat gue terbangun …. Perasaan yang gue rasain sama persis seperti itu …. Sedih …. Gue kembali menangis … tapi kali ini gue merasa bersyukur karena untuk terakhir kalinya gue bisa memeluk adik gue walaupun hanya dalam mimpi ….. Thank’s God for that …<br /><br />So guys,,,, lo lo orang harus menjadikan kisah nyata gue ini pelajaran …. Bahwa jangan pernah lo sia-siakan kesempatan lo buat memberikan perhatian lo ke orang-orang yang lo anggap dekat. Karena lo gak akan pernah tau kapan Tuhan bakal memisahkan lo dengan mereka ….…. Dan lagi pula … lo gak akan kehilangan apapun dengan lo memunjukkan perhatian dan kasih sayang itu ke mereka …. Oke?!</span>henny suhardjahttp://www.blogger.com/profile/14645554073700781321noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4692907068824610467.post-14678081199755183112009-02-09T10:18:00.001+07:002009-02-09T10:20:23.357+07:00Kataku tentang kesuksesanJakarta, 08 Januari 2009<br /><br />Dear friends….<br /><br />Kemarin, salah seorang sahabatku bertanya padaku,”menurut kamu, sukses itu apa sih?”<br /><br />Untuk beberapa saat lamanya aku berfikir, apa ya makna sukses buat aku?<br /><br />Hidupku …. Amat kompleks. Banyak sekali content yang bekecamuk di dalamnya. Aku mencoba mencari clue atau petunjuk atas pertanyaan tersebut dengan berusaha melihat satu persatu isi di dalam hidupku. Mana ya yang sudah bisa dibilang sukses? Dan mana juga yang belum sukses dan ingin aku upayakan agar menjadi sukses?<br />Tapi kok …. Aku malah bingung ya? Batasan dan tolak ukurnya malahan jadi tidak jelas.<br /><br />Sempat teringat kata-kata salah satu temanku yang baru aja mengikuti seminar motivasi, yang pembicaranya menyampaikan bahwa “sukses adalah hakku! Bukan Cuma hak segelintir orang kaya atau berpendidikan tinggi, tapi hak setiap orang!” REALLY INSPIRING, kan?<br />Tapi, kata-kata tersebut bukan merupakan jawaban dari pertanyaan temanku mengenai apakah SUKSES itu. Batasan dan tolak ukurnya tidak teridentifikasi. Bukan karena pernyataan tersebut salah. Melainkan karena, buatku, hal yang disampaikan terbut hanyalah untuk menyadarkan kepemilikan atas sukses. Sedangkan sukses itu sendiri, apa sih?<br /><br />Satu jam, dua jam, tiga jam aku berfikir … apa sih sukses tersebut?<br />Lalu tiba-tiba …… muncul satu jawaban di otakku bahwa SUKSES = SETIAP SAAT MANAKALA AKU BISA MENJADI LEBIH BAIK DALAM HAL APAPUN.<br /><br />Awalnya, itu Cuma sebuah kalimat, yang penggambarannya sendiri masih BIG QUESTION MARK alias TANDA TANYA BESAR buat otakku.<br /><br />Sukses …. Adalah setiap saat manakala aku bisa menjadi lebih baik dalam hal apapun. Coba kuingat-ingat masa lalu sejenak …..<br />Dulu … aku bekerja dengan posisi bagus,,,, gaji yang lumayan,,, tapi aku tidak merasa sukses.<br />Dulu … aku pernah diberi kesempatan untuk mewakili perusahaan tempat aku bekerja untuk mengunjungi beberapa principal di luar negeri,,, tapi aku tidak merasa sukses.<br />Dulu … aku sempat jadi juara aerobic yang diselenggarakan oleh salah satu club kebugaran ,,, tapi aku juga tidak merasa sukses. Kenapa ya? Padahal kalau mau dipikir-pikir tolak ukurnya bisa dibilang ada.<br /><br />Setelah beberapa saat menelaah …. Baru aku menyadari bahwa saat itu, saat aku mengalami pencapaian-pencapaian tersebut … aku tidak sadar bahwa ternyata sukses adalah sesuatu yang “tidak statis”. Sukses bukan merupakan penggalan-penggalan dari sebuah moment pencapaian tertentu. Melainkan sukses adalah sesuatu yang “berkembang”. Yang seiring dengan berjalannya waktu, setiap saat manakala aku bisa menjadi lebih baik tersebut tercapai, harus aku maknai sebagai sebuah kesuksesan. Lalu moment moment tersebut akan aku kumpulkan dan terus terakumulasi secara terus menerus.<br /><br />Dan saat ini, bila ada yang bertanya “apakah aku merasa sukses?”<br />aku akan menjawab “IYA!”.<br />Karena aku telah sukses mengenali diriku sendiri, aku telah sukses menerima keadaan, aku telah sukses memahami kesalahan dan kekalahan, aku telah sukses menuangkan sebagian dari pikiran-pikiranku kedalam sebuah tulisan, dan aku telah sukses karena mampu memaknai setiap pencapaian ku menjadi lebih baik sebagai suatu kesuksesan.<br /><br />Dan bila ada yang bertanya “apakan aku merasa gagal?”.<br />Aku akan menjawab “TIDAK PERNAH!”<br />Karena kegagalan hanyalah salah satu dari sekian banyak faktor dari suatu proses menuju kesuksesan. Aku percaya sangat percaya, karena semua masalah dan persoalan, apapun itu, pasti akan menemukan pemecahannya. Dan pada moment itulah, suatu kesuksesan berhasil aku dapatkan. Karena itulah, kuanggap kegagalan hanya satu faktor saja dalam menuju kesuksesan.<br /><br />Kesuksesanku, tak akan pernah bisa dihentikan oleh apapun, oleh siapapun. Hanya satu hal yang bisa menghentikannya. Yaitu …. WAKTU. Karena … tatkala jantungku telah berhenti berdetak, nafasku telah berhenti berhembus dan kedua mataku telah tertutup untuk selamanya, dan aku sudah tak mampu lagi memberi makna sukses dalam hidupku, maka saat itulah kesuksesanku terhenti.<br /><br />Jadi bila hingga esok, lusa atau puluhan tahun yang akan dating, Tuhan masih memberiku nyawa, maka selama itu pulalah KESUKSESAN akan terus kuraih.<br /><br />Semoga bermanfaat buat semua dan makasih buat Mas Doddy atas pertanyaannya<br /><br />Me, who just realized the meaning of success for my own life<br />Hennyhenny suhardjahttp://www.blogger.com/profile/14645554073700781321noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4692907068824610467.post-65558916903180575972009-02-09T10:09:00.000+07:002009-02-09T10:10:51.870+07:00Ketika nuraniku bicaraKetika nuraniku bicara (Renunganku di penghujung tahun 2008 ……)<br /><br />Malam ini, dipenghujung tahun, seperti kukatakan kepada teman-temanku tadi siang …. Aku melakukan perenunganku …. Perenungan untuk dapat mengenali diriku sendiri dengan lebih baik dan menelaah semua yang telah terjadi dan telah kulakukan.<br /><br />Memang, banyak sekali hal yang telah tertoreh di tahun ini. Banyak air mata dan kepedihan yang aku rasakan, namun banyak pula kesenangan dan kebahagiaan yang aku nikmati. Dan satu hal yang amat aku syukuri adalah …. Di tahun ini … aku mengenal diriku jauh lebih baik dari aku mengenal diriku sebelumnya.<br /><br />Sejak dulu … aku adalah orang yang sangat jauh dari hal yang bernama SELF CONFIDENT atau PERCAYA DIRI. Selalu, aku merasa bahwa aku adalah seorang pecundang sejati yang payah dan kerap terpuruk. Sepanjang waktu yang ada dalam otakku hanyalah ratapan dan penyesalan. Ratapan dan penyesalan akan nasib dan hidupku. Cobaan yang menerpa selalu kulihat sebagai suatu BAD LUCK. Hatiku selalu menangis dan berteriak “Aku lelah!” …. “Kemana yang namanya bahagia?” …. “Mengapa bahagia hanya singgah dikehidupan orang lain saja?” …….<br /><br />Ratapan, penyesalan dan rasa tidak puas akan kehidupan membuatku kerap berusaha hidup dalam mimpi dan khayalan ….. karena saat itu aku merasa bahwa pada saat aku berada dalam mimpi dan khayanku aku merasa bahagia dan nyaman.Semua asa dan harapanku selalu kupergunakan sebagai bahan untuk membuat satu skenario mimpi yang baru, scenario ala cerita Cinderella dengan aku sebagai pemeran utamanya. Dan setiap skenario tersebut, seperti halnya dongeng ala Cinderella lainnya, selalu berakhiran lives happily ever after ….<br /><br />Namun pada akhirnya, mimpi hanyalah mimpi. Dan khayalan tetaplah khayalan …. Yang tatkala aku terjaga, semuanya seketika akan berakhir, dan akupun akan terbangun dengan dada yang teramat sesak …. Sesak karena menahan kepedihan yang begitu dalam atas sebuah kenyataan bahwa hidupku bukanlah mimpiku ….<br /><br />Suatu saat, kusampaikan rasa ketidak bahagiaanku kepada salah seorang sahabat. Dan ia berkata bahwa “hidup tidak akan pernah menjadi lebih baik bila kita tidak berusaha menerimanya. Penolakan atas suatu keadaan hanya akan membuat hidup sebagai sebuah derita”.<br /><br />Saat itu, pandangan tersebut kusikapi dengan agak apatis. Terbiasanya aku memandang hidup sebagai sebuah derita dan terbuainya aku dalam kehidupan mimpi dan khayalan membuatku berfikir bahwa apa yang dikatakan sahabatku hanyalah sebuah TEORI. Teori yang mungkin terjadi, namun sulit untuk dilakukan. Berbagai macam pertanyaanpun timbul mengenai “mungkinkah …. “ atau “apakah bisa ….. “ dan lain sebaginya dan lain sebagainya.<br /><br />Kemudian, salah seorang sahabat yang lain berkata kepadaku “Hey …. Kamu terlahir sebagai manusia yang unik …. Ada suatu kelebihan dalam dirimu yang hanya kamu sendiri yang bisa tahu apakah itu bila kamu mau mencarinya”. Dan kembali, hal ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru dalam benakku. Aku? Kelebihan? Apa maksud dari perkataan orang ini? Selama beberapa minggu kemudian, otakku terus bekerja demi mencari jawabannya … namun tanpa hasil. Hingga pada akhirnya aku bosan dan lelah, dan kemudian melupakan hal tersebut.<br /><br />Hingga pada akhirnya, satu peristiwapun terjadi. Peristiwa yang sungguh membuatku sempat terpuruk dalam namun mampu merubah pandangan dan pola fikirku tentang hidup secara dramatis. Suatu peristiwa yang bertema KESALAHAN.<br /><br />Saat itu, aku bersyukur karena aku memiliki sahabat-sahabat yang membuatku sadar agar aku tetap berada dalam track yang benar dan bangkit dari keterpurukan dengan segera. Sehingga kesedihan dan penyesalan berlangsung tak lama.<br /><br />Sesaat setelah bangkit, akupun mulai bertanya …. “mengapa aku melakukan kesalahan tersebut” dan “mengapa kesalahan tersebut adalah kesalahan? Bukankan itu adalah caraku mendapatkan kebahagiaan?”.<br /><br />Pertanyaan-pertanyaan tersebut kusampaikan kepada beberapa sahabat. Dan salah satu dari mereka berkata bahwa kesalahan terjadi karena aku belum bisa menerima kenyataan hidup. Sementara sahabat yang lain berkata bahwa kesalahan yang aku lakukan bukan karena aku tersesat dalam jalan hidupku, karena orientasiku bukan pada ekspektasi hasil akhir dari yang kulakukan melainkan karena ada satu proses yang kunikmati selama fase tersebut. Dan sahabat yang lain lagi berkata bahwa ada kesombongan dalam diriku yang telah mendorongku untuk bertindak tanpa ada pemikiran salah atau benar.<br /><br />Satu hal yang kuketahui dari hasil sharing dengan salah seorang sahabat mengenai KEBENARAN yaitu, kebenaran terbagi menjadi yang pertama KEBENARAN NORMATIF dimana kebenaran tersebut berdasarkan atas aturan-aturan agama dan adat istiadat, kemudian ada KEBENARAN ILMIAH dimana kebenaran tersebut dapat dibuktikan secara ilmiah dan yang terakhir adalah KEBENARA KONSESUS dimana kebenaran tersebut adalah benar berdasarkan suatu kesepakatan.<br /><br />Lalu aku berfikir, mengapa kesalahan yang aku lakukan tidak bisa kuanggap sebagai suatu KEBENARAN KONSESUS? Dimana ada suatu kesepakatan tanpa ada pihak yang merasa dirugikan. Selain itu, ada banyak pembenaran-pembenaran lain yang bisa menjadi dasar pembenaran atas kesalahanku. Tapi …. Dengan segala alas an-alasan dan dasar-dasar tersebut, mengapa hatiku tetap merasa tak tenang dan tak nyaman?<br /><br />Salah satu jawaban yang muncul setelah itu ….. yaitu ….. NURANI ….. !!!<br />Penolakan nuranikulah yang telah menimbulkan rasa tak tenang dan tak nyaman. Dan nuranikulah yang berkata bahwa kesalahanku tidak dapat diterima, meskipun secara consensus atau apapun dapat dibenarkan.<br /><br />Kemudian …..semakin dalam aku menelaah nuraniku … semakin banyak jawaban yang aku dapat. Jawaban atas penolakanku terhadap kehidupan, jawaban atas kegundahan yang selama ini aku rasakan dan jawaban bahwa …. Selama ini …. Aku telah membiarkan suara nuraniku. Manakala hati dan fikiranku sibuk meratap, berkhayal, bermimpi atau membuat skenario tentang suatu kehidupan yang bahagia, hati dan fikirankupun menjadi tuli sehingga suara nuraniku menjadi tak terdengar.<br /><br />Dan kini …. Tatkala kudengarkan nuraniku berbicara, hidup tampak lebih indah ….. Kegagalan dan kesalahan tak lagi menjadi suatu hal yang aku ratapi, melainkan menjadi suatu pembelajaran. Kerasnya kehidupan dan beratnya terpaan cobaan tak lagi menjadi beban, melainkan menjadi cambuk untukku berusaha lebih keras agar dapat bertahan. Senyum dan tawa tak lagi mudah terlupakan, melainkan menjadi satu potret yang dapat terus kulihat dan kukenang. Serta, keberhasilan dan kemenangan tak lagi menjadi kesombongan, melainkan menjadi batu loncatan untuk pencapaian yang lebih baik lagi.<br /><br />Dan yang terpenting …. Tatkala kudengarkan nuraniku berbicara, aku menjadi lebih mengerti akan arti conta kasih, arti berbagi, arti ketulusan, arti kejujuran, arti keikhlasan, arti bahwa hidup bukan hanya untuk bertanggung jawab kepada Sang Pencipta di akhir jaman …. Melainkan untuk bertanggung jawab kepada NURANIku sendiri. Karena aku yakin, apa yang dikatakan oleh nuraniku, tak mungkin akan pernah menyakitiku, dan tak akan pernah pula menyakiti orang-orang yang aku sayangi.<br /><br />Selamat Tahun Baru 2009 nuraniku…….<br />Dengan do’a, harapan dan keyakinanmu, semoga segalanya akan menjadi jauh lebih baik di tahun yang baru ini.<br />Tetaplah kau bersuara …. Karena kini aku berjanji akan selalu mendengarkanmu …..<br /><br />Semoga ada manfaat yang bisa dipetik dari tulisan gue kali ini ,,,,,, yang sebagian terinspirasi dari sahabat-sahabat gue :<br />Chris … who lives so far away but feels so close in my heart<br />Fenty & Yulie … who can stand to sit next to me 8 hours a day and always willing to listen to all of my shits ….<br />Doddy Kabasaran …. With what he shared to me have inspired me to do and to be something <br /><br /><br />Yang melakukan perenungan ….<br />Hennyhenny suhardjahttp://www.blogger.com/profile/14645554073700781321noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4692907068824610467.post-65070313100226660052009-02-09T10:05:00.000+07:002009-02-09T10:06:03.318+07:00Takdir menurut gueDear all friends ….<br /><br />Sejak kemarin ada satu kata yang kerap muncul di otak gue ….. yaitu TAKDIR. Takdir seorang manusia.<br /><br />Takdir ….sebagian orang mungkin berpendapat bahwa takdir adalah nasib yang udah digariskan oleh Tuhan buat umatNya. <br /><br />Buat gue, deskripsi di atas bisa jadi benar. Kenapa gue bilang “bisa jadi”? Karena, buat gue deskripsi di atas sangat tepat bila dilihat dari kacamata Tuhan sendiri. Tuhan yang menggariskan dari awal sampai akhir, hingga ending jalan ceritanya cuma Dia aja yang tahu bagaimana.<br /><br />Sedangkan buat gue sendiri, sebagai manusia, dengan cara berfikir dan logika yang gue punya, berpendapat bahwa, takdir adalah jalan hidup yang udah terjadi. Sedangkan yang belum itu gue sebut sebagai masa depan. Dan takdir adalah juga merupakan hasil akumulasi dari segala usaha dan perbuatan manusia.<br /><br />Jadi buat gue, takdir bukan buat dipertanyakan “bagaimana nantinya” …. Karena apabila seseorang sudah mempertanyakan akhir dari sebuah takdir, sama aja dengan kita mempertanyakan masa depan. Sedangkan yang namanya masa depan, buat gue, sama sekali bukan buat dipertanyakan, melainkan untuk diusahakan dan diperjuangkan.<br /><br />Mungkin buat kalian yang baca, apa yang gue tulis ini rada aneh … Gak setuju? Ya … sah aja kok. Coz semua orang bebas buat beropini. Ya kan?<br /><br />Sedikit penjelasan lebih lanjut tentang opini gue ini adalah, bila kita, manusia, udah mulai mempertanyakan takdir, sama aja dengan kita mempertanyakan tentang mana yang lebih dulu antara ayam dengan telor. Satu hal yang bila dipertanyakan, ujung-ujungnya tetap aja tanda tanya. So, gue mempermudah deskripsi takdir (buat gue sendiri tentunya) menjadi sebagai berikut :<br /><br />Takdir gue adalah apa yang sudah terjadi.<br /><br />Jadi, bila ada yang mempertanyakan takdir gue, gue pasti bisa jawab. Contohnya, takdir gue menikah dengan suami gue. Atau takdir gue dipertemukan dengan sahabat-sahabat gue. Dengan begini, otak gue gak akan capek untuk bertanya-tanya ataupun mereka-reka. Sehingga otak gue bisa dipergunakan buat berfikir dan merencanakan planning kedepan. Walaupun sebenarnya, gue pribadi belum bisa 100% bikin planning kedepan (karena otak gue masih penuh dengan masalah “hari ini”)… tapi …at least gue gak bakal membuang-buang waktu gue buat misalnya, ke fortune teller, atau peramal kartu tarot, atau ke mbah dukun …. Hal-hal yang seperti itu deh.<br /><br />So, bukan saran, bukan juga himbauan, ini cuma pendapat gue aja, bahwa, guys …. Jangan pernah mempertanyakan kemana takdir akan membawa kita. Tapi, BERENCANA, BERUSAHA dan BERDOA agar takdir kita akan berjalan dan berakhir sesuai dengan yang kita harapkan.<br /><br />Ingatlah satu kalimat yang bagus sebagai berikut :<br />Pray … do your best …and let just GOD do the rest …..<br /><br />Keep the smile … spread the love … and the world will better and better.<br /><br />Jakarta, 02 Januari 2009<br />Hennyhenny suhardjahttp://www.blogger.com/profile/14645554073700781321noreply@blogger.com0