Minggu, 11 Juli 2010

Pencarian kebahagiaan kah?

Malam ini, kembali aku merasa terjaga lagi dari sebuah mimpi panjang yang indah dan menyenangkan. Sebuah mimpi yang pada saat aku terjaga, alam sadarku berkata bahwa semua hanyalah mimpi yang terbentuk atas sebab terangkainya setumpuk asa. Asa di mana nanti hanya akan ada senyum dan tak lagi ada air mata. Asa di mana nanti hanya akan ada tawa bahagia tanpa ada ratap merana.


Sekian bulan lalu, segenap keraguan menyelimuti jiwaku tentang akan kemana langkah mengarah. Akan kemana jiwa berpijak. Dahaga akan kedamaian jiwa dan ketentraman hati seakan laksana keringnya kerongkongan seorang musafir yang tersesat di padang pasir yang tandus dan merindukan seteguk air. Haus. Letih. Lelah. Dan tatkala asa akan keyakinan mulai tumbuh, kembali, kemungkinan akan ketiadaan membuatku bimbang.



Seolah terseok, jiwaku bimbang mencari kepastian arah. Kadang merasa yakin bahwa barat, tempat matahari terbitlah yang merupakan arah tujuan. Namun tatkala deraan badai pasir, angin kencang dan panas matahari yang menyengat membakar kulit datang, keyakinan jiwaku akan arah pun hilang. Lalu jiwaku berbalik arah menuju timur, tempat dimana matahari tenggelam dan merasa yakin jika ternyata arah tersebutlah yang tepat. Namun, kembali jiwaku urung melangkah tatkala kegelapan malam membungkus bumi dan dinginnya angin padang gurun pasir menerpa saraf saraf nadi. Lalu kembali lagi jiwaku berbalik arah menuju barat dengan berbekal keyakinan seperti sebelumnya. Tapi kembali menjadi tidak yakin dan berbalik lagi kearah timur. Lalu menjadi tidak yakin lagi dan kembali lagi menuju barat. Begitu seterusnya hingga akhirnya jiwaku lelah dan keyakinan pun memuai. Jiwaku lunglai. Terkapar seakan tanpa daya. Satu-satunya energi yang bernama asa pun nyaris lenyap. Nyaris pudar.



Saat asa hanya tinggal tersisa berupa serpihan kecil yang kapan saja bisa tandas tersapu angin, tiba-tiba sebuah pemandangan indah taman surgawi hadir hanya berjarak dua langkah dari hadapan jiwaku yang saat itu matanya telah tiga perempat tertutup. Nampak samar. Namun indah. Nyaman. Tentram. Dan tampak menjanjikan sejuta kedamaian dan kebahagiaan.



Untuk beberapa saat jiwaku berpikir, "ah ... itu semua hanyailusi .... hanya fatamorgana saja yang terjadi karena dehidrasi dan sengatan matahari yang hanya berjarak dua jengkal dari atas kepala. TIDAK. Semuanya tidak nyata".



Namun, sedikit serpihan asa yang masih tergenggam di tanga berkata "hampirilah .... masuklah ke taman tersebut. Tidakkah kau lihat betapa sungainya bening menyegarka, betapa rumputnya sangat hijau laksana hamparan permadani istana, betapa rerindangan pohonnya dipenuhi aneka buah yang menjanjikan keteduhan dan ketiadaan akan lapar, betapa bunga-bunganya beraneka warna indah dan menebar aroma wangi semerbak? .... Masuklah. Kau membutuhkannya untuk menghilangkan segala dahagamu, segala letihmu dan segala kepedihanmu".



Jiwaku bimbang sejenak dan meragu. Apakah taman surgawi itu benar-benar untukku?



Setelah berpikir selama sekian minggu, akhirnya jiwaku pun berpikir "ah ... memang benar. Taman itu sungguh indah. Sulit untuk tidak jatuh hati walau hanya dengan menatapnya saja. Lagipula mungkin ini semua adalah hadiah Tuhan atas semua kedukaan dan kepedihan".



Lalu, dengan sedikit serpihan asa yang masih erat di genggaman, jiwaku pun beranjak bangkut, lalu melangkah menghampiri taman tersebut. Tak sulit untuk mencapainya. Hanya dua langkah saja.



Dengan sedikit meragu, jiwaku menapaki rumput hijau yang membentang itu. Dan sungguh di luar dugaan ternyata rumput tersebut benar terasa di telapak kaki jiwaku yang telanjang.

Lalu dengan hati masih meragi ditambah rasa keterkejutan, jiwaku menghampiri sungai yang airnya mengalir bening dan terlihat menyegarkan. Kemudian menyentuh airnya. Ternyata seperti hal nya sang rumput, air sungai itu pun terasa nyata. Terasa sejuk. Dengan kedua telapak tangan , jiwaku mengambil air tersebut untuk kemudian diteguknya. Ternyata air nya memang nyata menyegarkan. Dan keraguan jiwakupun hilang.



Kemudian dengan antusias, jiwaku menghampiri reindangan pohon yang ditumbuhi buah beraneka, menyentuh daunnya, memetik buahnya, untuk kemudian memakannya.



Lalu seketika rasa dahaga yang laksana membakar kerongkongan, rasa letih dan lelah yang seakan merasuk hingga sumsum tulang serta rasa lapar yang seakan membuat lambung kehilangan rongganya pun lenyap. Semua hilang tak berbekas.



Jiwaku pun berlari menuju hamparan bunga warna warni yang harumnya semerbak itu. Laksana anak kecil yang kegirangan, jiwaku berlari-lari dan melompat-lompat, lalu menjatuhkan tubuhnya di atas bunga -bunga tersebut. Berbaring terlentang dengan penuh rasa suka cita, sambil menatap langit yang tampak melengkung laksana atap sebuah planetarium. Indah. Biru. Cerah Awan hanya tampak sesaput tipis saja. Dan matahari yang tadinya hanya dua jengkal di atas kepala kini tampak kecil dan jauh. Cahayanya yang tadinya menyilaukan mata kini tampak indah. Laksana pendaran lampu di sebuah taman kota yang hanya indah menerangi tanpa menyakitkan padangan mata.



"Inikah yang dinamakan bahagia?" Pikir jiwaku.



Lupa sudah jiwaku akan kata "fatamorgana". Yang ada hanya rasa cinta, suka cita dan asa untuk bisa selamanya ada disana.



Untuk beberapa lama jiwaku berdiam. Menikmati segala keindahan yang ada di sekelilingnya. Hingga akhirnya tertidur.



Sekian bulan lamanya jiwaku terlelap. Bermimpi tentang hidup di taman surgawi hingga rentang usia sampai di ujungnya. Hingga akhirnya terbangun karena ia merasakan lelah, lapas dan dahaga kembali menghingapinya. Masih dengan hati yang bersuka cita, jiwakupun bergegas menuju sungai yang airnya dingin dan menyegarkan itu lalu meminumnya. Namun terjadi keanehan. Rasa segar dari air tersebut hilang. Air tersebut tak sama dengan saat pertama kali ia meminumnya. Berulang ia mencoba untuk meminumnya lagi dan lagi. Namun rasa segar air itu tak kunjung datang.



Dengan hati bertanya-tanya, jiwaku pun menuju rerindangan pohon yang ditumbuhi aneka buah itu, memetiknya, lalu memakannya. Kembali ia terkejut karena rasa buah yang tadinya terasa manis dan menyegarkan itu kini tidak lagi mampu menghilangkan rasa lapar yang mendera. Berkali-kali ia mencoba untuk memetiknya lalu memakannya. Namun bunyi keras perut keroncongan tak jua mau menghilang.

Akhirnya, dengan langkah yang tergayuti bimbang dan keraguan, jiwaku bergegas menuju hamparan bunga warna warni yang wanginya semerbak. Tetapi, lagi-lagi jiwaku kecewa karena bunga-bunga itupun kehilangan wangi nya. Semua keharumannya seolah menguap entah kemana.

Jiwa ku pun limbung, terjatuh dan terkapar dengan wajah yang bertatapan dengan sang langit dan matahari. Ah ... ternyata saat ini langit pun tak lagi biru melainkan kelabu. Matahari pun tampak garang dan menyilaukan tak bersahabat.

Sesak ... itu yang jiwa ku rasakan manakala menyadari bahwa ternyata sang taman surgawi ternyata hanya indah untuk sesaat. Dan manakala terjaga setelah terlelap karena terbuai keindahannya, semuanya seakan kian semu dan tak lagi nyata.

Jiwa ku gemetar hebat. Gemetar karena rasa takut yang sangat akan kemungkinan ketiadaan. Gemetar karena mengisak tangis manakala kemungkinan ketiadaan itu laksana sebuah pisau tajam yang dalam mengiris kalbu.

Bilamanakah seandainya nyata adalah tiada?
Apakah nyata menjadi tiada karena tak ada lagi asa?
Ataukah lmungkin fatamorgana adalah sedianya nyata?
Entah apa yang jiwa ku yakini sekarang.
Semua yang ada hanya seribu tanya dan tanya.
Seribu tanya yang membuat jiwa ku lelah.
Akankah jiwa ku bertahan?
Entahlah.
Yang tersisa hanyalah kepasrahan.
Kepasrahan akan keyakinan bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi setiap umatnya.
Semoga.

(Kutuliskan untuk jiwa ku yg terdiam bimbang .....)

Rabu, 20 Januari 2010

Ketidakpastian

Lagi ....
Aku bertanya-tanya akan apa isi kepala
Merasa-rasa akan mengapa gundah gulana
Mereka-reka akan kemana semua bermuara

Lagi .....
Aku terjebak dalam kenangan masa lalu
Meratap tanpa tahu kemana mengadu
Tertawa dengan seringai laksana hantu

Lagi .....
Aku merangkai asa yang tak jelas
Menggapai mimpi yang sungguh bias
Mencari kepastian di alam khayal tanpa batas

Kapan aku kan mampu tak bertanya?
Kapan aku kan mampu meredam air mata?
Kapan aku kan mampu menahan rasa?
Kapan aku kan mampu melenyapkan segala?

Ragu aku merangkai kata menjadi doa
Tak jelas apakah itu menjadi tanya atau pinta
Hanya sedikit harap dan asa
DIA kan menjawab semua

(terjebak dalam ketidakpastian)


Jumat, 21 Agustus 2009

Special buat sahabatku ... Fenty ......

Don't wanna say goodbye as i hope you'll still wanna spend your time with us ... so i just wanna say ... cya later sist .... i know there are something better that waiting for you out there ... now you are no longer trapped inside the cage .... you are a bird ... you can fly as high as you want to .... and you can sing as loud as you like to ....
cya Sist ... these past one and a half year with you were the most amazing moment for me and also for Yuli .... From the deepest of my heart .... I LOVE YOU and Yuli as much as I love my own Sist .... So ... I really hope the three of us could always be together in the rhyme of heart ... God Bless You ....


Sepenggal kalimat di atas aku tuliskan di wall facebook satu orang sahabat terbaikku .... Fenty .... yang setelah sekian lama bertahan dalam sabar dan doa, akhirnya menyerah dan memilih melangkah ke arah kelokan yg berbeda.

Aku gak tahu seberapa pentingkah aku menuliskan ini dan seberapa banyakkah makna yang dapat aku bagikan kepada sahabat-sahabat yang membacanya. Aku hanya merasa, sungguh kadang keadaan tak kenal belas dalam merenggut bahagia. Pula saat ini, manakala dia melangkahkan kakinya keluar dari ruangan kantor untuk terakhir kalinya dan tak akan datang lagi hari Senin nanti setelah keputusan RESIGN bulat tertera dalam surat pengunduran dirinya yang telah ia ajukan sejak dua minggu yang lalu.

Sekian belas tahun sudah aku bekerja. Berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain. Berkali-kali pula meninggalkan dan ditinggalkan rekan-rekan yang telah sekantor denganku selama sebulan, setahun, dua tahun atau bahkan lima tahun ..... rasanya ... biasa saja ....

Namun kali ini ... aku rasa tak sama. Dahsyatnya letupan amarah dan sedih akan terenggutnya kebersamaan kami bekerja dan bercanda sepanjang hari, sungguh membuatku tak kuasa untuk tak mengungkapkan apa yang aku rasa. Aku sedih ... karena tak ada lagi celoteh bawel di kantor tatkala kami bekerja. Tak ada lagi senda gurau dan godaan-godaan iseng dari si centil pecicilan. Tak ada lagi nyaringnya suara kami bertiga yang kerap mengganggu orang-orang dan menarik perhatian sekitar.

Aku, Yuli dan Fenty sering tampak bertengkar. Padahal di hati tidak. Sering terlihat bertikai. Padahal di hati bukan. Kami bertiga kerap bicara tanpa suara. Melihat tanpa memandang dan mendengar tanpa telinga. Banyak cerita yang tersampaikan antara kami hanya dari rasa. Rasa yang timbul karena rasa kasih antara kami yang tak bersyarat. Sungguh suatu persahabatan yang paling dalam yg pernah aku rasakan seumur hidupku ....Sungguh ....

Namun ... selain sedihku .... akupun merasa bahagia. Karena pada akhirnya sang burung bawel dapat keluar dari sangkar ketidak pastian dan terbang bebas menuju kesuksesan. Aku yakin, sangkar yang akan ia hinggapi setelah ini adalah sangkar yang lebih indah dan lebih damai ..... Sangkar yang akan membawa tak hanya kemakmuran ... tapi juga ketentraman ....

Selamat melangkah sahabatku yang bawel ..... janganlah kau hanya melangkah ... jangan pula kau hanya melompat ... namun terbanglah .... terbanglah setinggi yang kau bisa .... hingga asa yang melayang dapat kau rengkuh seutuhnya .... God Bless You Sist .....


Sabtu, 04 Juli 2009

Rasaku (jelang PILPRES 2009)

Indonesiaku .....
Hari ini aku duduk merenung terpaku
Berbagai tanya seakan menari dalam otakku
Apa yang bakal terjadi padamu negeriku?

Indonesiaku yang tercinta
Aku tahu kini kau gundah gulana
Dan meratap berlinang air mata
Bertanya akan kemana nasib bangsa

Seperti saat beberapa bulan yang lewat
Kan kami ikuti lagi sebuah pesta rakyat
Tapi mengapa laksana hilang semangat
Sejuta bimbang ragu malah tersemat

Terpilih sudah para wakil rakyat
Yang kini dibelakang meja sebagai pejabat
Namun ketidak pastian masih nyata terlihat
Akankah rakyat takkan lagi melarat?

Mengemban tugas membawa suara
Kumpulan jerit rakyat jelata
Namun entah apa semua kata
Tersampai lantang di gedung sana

Dan dalam hitungan hari
Pemimpin kami akan diseleksi
Tapi entah apakah nanti
Ia dapat merawatmu wahai negeri

Dilayar kaca sudut rumahku
Lelah kulihat orang berseteru
Bak sebuah pertandingan tinju
Penontonnya bertepuk bersorak seru

Dukamu negeri yang merdeka
Tarian kemiskinan mulai menggila
Merangsek sudut kumuh ibu kota
Walau lampu lampu malam menyungging senyum jelita

Serupa pula yang ada dibalik gunung
Geliat derita mulai tak terbendung
Perut-perut buncit laksana mengandung
Padahal semua hanya lapar membusung

Indonesiaku yang konon jaya
Aku tahu kau harap pengobat luka
Aku tahu kau damba satria penjaga
Sayang tak ada dewa namun manusia biasa

Sungguh aku berharap kini
Semoga kami dapat pemimpin sejati
Yang tak cuma berucap mimpi
Tapi amanah tertanam di nurani

Ah ....
Semuanya masih samar tak jelas
Bagai sapuan awan tipis di langit yang luas
Sesuka berubah dan bergerak bebas
Nampaknya nyata namun sesungguh bias

Indonesiaku....
Doaku kini cuma satu
Semoga Tuhan membisik nuraniku
Melenyap tanya di dalam kalbu
Kala ku sambut masa hak pilihku

Semoga Indonesiaku ....
Semoga
(Amiiiin)

Sabtu, 27 Juni 2009

Andai ... (atas nasehat seorang sahabat)

Bukan keputuasaan ...
Hanya sedih karena kenyataan
Rasa tak bisa sebebas awan

Bukan kemarahan ....
Hanya kekecewaan karena kesadaran
Rasa terbelenggu erat keadaan

Salah seorang sahabat memberi nasehat
Berandai-andai bisa jadi obat mujarab
Paling tidak ada hal lain yang tergambar di pojok otak

Akupun berandai-andai :

Bila saja rasa bagaikan pasir dipantai
Terjejak kaki-kaki orang ramai
Namun hilang ketika ombak membelai

Bila saja rasa bagaikan awan di langit
Sangat gelap membumbung bagaikan bukit
Namun hilang setelah hujannya menitik

Bila saja rasa bagaikan tatasurya
Tak perduli matahari bersinar menyala
Karena itu hanya secuil dari segala susunan yang ada

Bila saja .....
Bila saja .....
Aaarrrgggghhhh ..... cukuplah berandai-andai kata
Aku sudah mulai pusing kepala
Kalau kulanjutkan aku bisa jadi gila ....

Kamis, 25 Juni 2009

Kadang aku ingin menjadi bunga .....
Cantik dan banyak disuka
Elok dan beraneka warna
Walaupun layu tatkala esok hari tiba

Kadang aku ingin menjadi angin .....
Sejuk kala terik menerpa
Dinanti layar kala perahu ingin berkelana
Walaupun bencana tatkala ia menari berputar menggila

Kadang aku ingin jadi batu .....
Keras tak mudah retak oleh waktu
Hanya diam terpaku sampai sepatu menendang diriku
Walaupun terlindas ban durjana tatkala telah bercampur aspal yang kelu

Kadang aku ingin jadi buku ......
Indah tatkala pensil warna bocah menari
Menakjubkan tatkala pujangga menorehkan puisi
Walaupun jadi usang tatkala waktu meniti

Namun aku tercipta sebagai manusia ......
Yang raganya terbelenggu penjara segala
Otak dan jiwa hanya bisa teriak KEPARAAATTTTT
Tatkala tak ada daya yang bisa merubah semua

Otakku penat sudah merancang cerita
Hatiku lelah sudah menyimpan rasa
Aku pikir mungkin asik jadi stalagtit saja
Menggantung diatas gua tak terganggu
Hanya bertambah kuat tanpa rasa yang tak pasti ....



Kamis, 04 Juni 2009

Another Year ... Happy Birthday To Me

31 Mei 2009 ....
To be in this world .... another year has passed .... and don't know if there will be another year to come .....

Another year ..... Angka 1 telah terjumlah secara otomastis di yang namanya "usia"ku. Bukan bertambah tua yg membuatku lara, tapi berapa sisa usia yang membuatku bertanya. Akankah semua yang indah akan tetap ada? Dan akankah semua yang duka terbang sirna?

Another year .... Banyak sekali warna yang berpendar ujung usiaku yang lalu. Hingga mataku terasa nanar dan otakku seakan berputar. Sulit sekali untuk mencoba memahami apa yg telah terjadi. Yang kubisa hanya berusaha melakukan yang terbaik, berusaha merasakan yang terindah, berusaha memberikan yang teristimewa .....

Another year .... bertambah kerutan di wajah sudah pasti. Tapi itu bukan jadi satu kekhawatiran. Bertambah bijaksana, itu yang masih kunanti. Bukan lagi hidup dalam mimpi-mimpi laksana pemeran dalam sebuah drama. Melainkan hidup dalam ada yang nyata dengan hati ikhlas dan lapang dada.

Another year .... yang aku asakan hanya aku dapat membagi cinta dengan sepenuhnya kepada keluarga .... kepada sahabat ..... kepada kerabat ... dan kepada sesama umat .....

Another year .... ingin aku berucap do'a ... meminta apa yang bisa kupinta .... berharap apa yang bisa kuucap. Tapi aku tahu .... semua yang telah dan aka diberikanNya adalah yang terbaik .... walau tanpa doa dan tanpa harap, aku hanya akan berusaha melakukan yang terbaik ...... dalam segala ....

Another year ...... Happy Birthday To Me ..... :)