Senin, 09 Februari 2009

Ketika nuraniku bicara

Ketika nuraniku bicara (Renunganku di penghujung tahun 2008 ……)

Malam ini, dipenghujung tahun, seperti kukatakan kepada teman-temanku tadi siang …. Aku melakukan perenunganku …. Perenungan untuk dapat mengenali diriku sendiri dengan lebih baik dan menelaah semua yang telah terjadi dan telah kulakukan.

Memang, banyak sekali hal yang telah tertoreh di tahun ini. Banyak air mata dan kepedihan yang aku rasakan, namun banyak pula kesenangan dan kebahagiaan yang aku nikmati. Dan satu hal yang amat aku syukuri adalah …. Di tahun ini … aku mengenal diriku jauh lebih baik dari aku mengenal diriku sebelumnya.

Sejak dulu … aku adalah orang yang sangat jauh dari hal yang bernama SELF CONFIDENT atau PERCAYA DIRI. Selalu, aku merasa bahwa aku adalah seorang pecundang sejati yang payah dan kerap terpuruk. Sepanjang waktu yang ada dalam otakku hanyalah ratapan dan penyesalan. Ratapan dan penyesalan akan nasib dan hidupku. Cobaan yang menerpa selalu kulihat sebagai suatu BAD LUCK. Hatiku selalu menangis dan berteriak “Aku lelah!” …. “Kemana yang namanya bahagia?” …. “Mengapa bahagia hanya singgah dikehidupan orang lain saja?” …….

Ratapan, penyesalan dan rasa tidak puas akan kehidupan membuatku kerap berusaha hidup dalam mimpi dan khayalan ….. karena saat itu aku merasa bahwa pada saat aku berada dalam mimpi dan khayanku aku merasa bahagia dan nyaman.Semua asa dan harapanku selalu kupergunakan sebagai bahan untuk membuat satu skenario mimpi yang baru, scenario ala cerita Cinderella dengan aku sebagai pemeran utamanya. Dan setiap skenario tersebut, seperti halnya dongeng ala Cinderella lainnya, selalu berakhiran lives happily ever after ….

Namun pada akhirnya, mimpi hanyalah mimpi. Dan khayalan tetaplah khayalan …. Yang tatkala aku terjaga, semuanya seketika akan berakhir, dan akupun akan terbangun dengan dada yang teramat sesak …. Sesak karena menahan kepedihan yang begitu dalam atas sebuah kenyataan bahwa hidupku bukanlah mimpiku ….

Suatu saat, kusampaikan rasa ketidak bahagiaanku kepada salah seorang sahabat. Dan ia berkata bahwa “hidup tidak akan pernah menjadi lebih baik bila kita tidak berusaha menerimanya. Penolakan atas suatu keadaan hanya akan membuat hidup sebagai sebuah derita”.

Saat itu, pandangan tersebut kusikapi dengan agak apatis. Terbiasanya aku memandang hidup sebagai sebuah derita dan terbuainya aku dalam kehidupan mimpi dan khayalan membuatku berfikir bahwa apa yang dikatakan sahabatku hanyalah sebuah TEORI. Teori yang mungkin terjadi, namun sulit untuk dilakukan. Berbagai macam pertanyaanpun timbul mengenai “mungkinkah …. “ atau “apakah bisa ….. “ dan lain sebaginya dan lain sebagainya.

Kemudian, salah seorang sahabat yang lain berkata kepadaku “Hey …. Kamu terlahir sebagai manusia yang unik …. Ada suatu kelebihan dalam dirimu yang hanya kamu sendiri yang bisa tahu apakah itu bila kamu mau mencarinya”. Dan kembali, hal ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru dalam benakku. Aku? Kelebihan? Apa maksud dari perkataan orang ini? Selama beberapa minggu kemudian, otakku terus bekerja demi mencari jawabannya … namun tanpa hasil. Hingga pada akhirnya aku bosan dan lelah, dan kemudian melupakan hal tersebut.

Hingga pada akhirnya, satu peristiwapun terjadi. Peristiwa yang sungguh membuatku sempat terpuruk dalam namun mampu merubah pandangan dan pola fikirku tentang hidup secara dramatis. Suatu peristiwa yang bertema KESALAHAN.

Saat itu, aku bersyukur karena aku memiliki sahabat-sahabat yang membuatku sadar agar aku tetap berada dalam track yang benar dan bangkit dari keterpurukan dengan segera. Sehingga kesedihan dan penyesalan berlangsung tak lama.

Sesaat setelah bangkit, akupun mulai bertanya …. “mengapa aku melakukan kesalahan tersebut” dan “mengapa kesalahan tersebut adalah kesalahan? Bukankan itu adalah caraku mendapatkan kebahagiaan?”.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut kusampaikan kepada beberapa sahabat. Dan salah satu dari mereka berkata bahwa kesalahan terjadi karena aku belum bisa menerima kenyataan hidup. Sementara sahabat yang lain berkata bahwa kesalahan yang aku lakukan bukan karena aku tersesat dalam jalan hidupku, karena orientasiku bukan pada ekspektasi hasil akhir dari yang kulakukan melainkan karena ada satu proses yang kunikmati selama fase tersebut. Dan sahabat yang lain lagi berkata bahwa ada kesombongan dalam diriku yang telah mendorongku untuk bertindak tanpa ada pemikiran salah atau benar.

Satu hal yang kuketahui dari hasil sharing dengan salah seorang sahabat mengenai KEBENARAN yaitu, kebenaran terbagi menjadi yang pertama KEBENARAN NORMATIF dimana kebenaran tersebut berdasarkan atas aturan-aturan agama dan adat istiadat, kemudian ada KEBENARAN ILMIAH dimana kebenaran tersebut dapat dibuktikan secara ilmiah dan yang terakhir adalah KEBENARA KONSESUS dimana kebenaran tersebut adalah benar berdasarkan suatu kesepakatan.

Lalu aku berfikir, mengapa kesalahan yang aku lakukan tidak bisa kuanggap sebagai suatu KEBENARAN KONSESUS? Dimana ada suatu kesepakatan tanpa ada pihak yang merasa dirugikan. Selain itu, ada banyak pembenaran-pembenaran lain yang bisa menjadi dasar pembenaran atas kesalahanku. Tapi …. Dengan segala alas an-alasan dan dasar-dasar tersebut, mengapa hatiku tetap merasa tak tenang dan tak nyaman?

Salah satu jawaban yang muncul setelah itu ….. yaitu ….. NURANI ….. !!!
Penolakan nuranikulah yang telah menimbulkan rasa tak tenang dan tak nyaman. Dan nuranikulah yang berkata bahwa kesalahanku tidak dapat diterima, meskipun secara consensus atau apapun dapat dibenarkan.

Kemudian …..semakin dalam aku menelaah nuraniku … semakin banyak jawaban yang aku dapat. Jawaban atas penolakanku terhadap kehidupan, jawaban atas kegundahan yang selama ini aku rasakan dan jawaban bahwa …. Selama ini …. Aku telah membiarkan suara nuraniku. Manakala hati dan fikiranku sibuk meratap, berkhayal, bermimpi atau membuat skenario tentang suatu kehidupan yang bahagia, hati dan fikirankupun menjadi tuli sehingga suara nuraniku menjadi tak terdengar.

Dan kini …. Tatkala kudengarkan nuraniku berbicara, hidup tampak lebih indah ….. Kegagalan dan kesalahan tak lagi menjadi suatu hal yang aku ratapi, melainkan menjadi suatu pembelajaran. Kerasnya kehidupan dan beratnya terpaan cobaan tak lagi menjadi beban, melainkan menjadi cambuk untukku berusaha lebih keras agar dapat bertahan. Senyum dan tawa tak lagi mudah terlupakan, melainkan menjadi satu potret yang dapat terus kulihat dan kukenang. Serta, keberhasilan dan kemenangan tak lagi menjadi kesombongan, melainkan menjadi batu loncatan untuk pencapaian yang lebih baik lagi.

Dan yang terpenting …. Tatkala kudengarkan nuraniku berbicara, aku menjadi lebih mengerti akan arti conta kasih, arti berbagi, arti ketulusan, arti kejujuran, arti keikhlasan, arti bahwa hidup bukan hanya untuk bertanggung jawab kepada Sang Pencipta di akhir jaman …. Melainkan untuk bertanggung jawab kepada NURANIku sendiri. Karena aku yakin, apa yang dikatakan oleh nuraniku, tak mungkin akan pernah menyakitiku, dan tak akan pernah pula menyakiti orang-orang yang aku sayangi.

Selamat Tahun Baru 2009 nuraniku…….
Dengan do’a, harapan dan keyakinanmu, semoga segalanya akan menjadi jauh lebih baik di tahun yang baru ini.
Tetaplah kau bersuara …. Karena kini aku berjanji akan selalu mendengarkanmu …..

Semoga ada manfaat yang bisa dipetik dari tulisan gue kali ini ,,,,,, yang sebagian terinspirasi dari sahabat-sahabat gue :
Chris … who lives so far away but feels so close in my heart
Fenty & Yulie … who can stand to sit next to me 8 hours a day and always willing to listen to all of my shits ….
Doddy Kabasaran …. With what he shared to me have inspired me to do and to be something


Yang melakukan perenungan ….
Henny

Tidak ada komentar:

Posting Komentar