Senin, 09 Februari 2009

Lagi mikirin tentang PENCAPAIAN

Jakarta, 17 January 2009

Gak tau kenapa, hari ini aku lagi kepikiran tentang sebuah kata, yaitu “pencapaian”. Mungkin karena ada seorang temanku yang minta saran tentang keputusannya untuk resign dari tempat bekerjanya.

Ceritanya, temanku yang udah bekerja selama hampir 4 tahun ini udah mulai merasa gak nyaman dengan atmosfir lingkungan kerjanya, secara keseluruhan. Ya kantornya, ya menejemennya, ya bos nya …. Semuanya deh!

Pertama soal kantornya, yang terletak dirumah sang bos. Suasana “rumahan” membuat dia merasa suasana kantornya “kurang professional”. Anak-anak kecil berseliweran, bau masakan dari dapur yg mampir menyengat setiap menjelang siang, dan banyak urusan-urusan rumah tangga yang tercampur-campur dengan urusan kantor. Pernah suatu hari uang salah seorang baby sitter hilang. Dan karena rumah jadi kantor, kantor jadi rumah, alhasil semua karyawanpun disidang dan dimintai keterangan. Ketidak nyamanan pun terjadi karena semua karyawan jadi saling curiga mencurigai. Masing-masing punya asumsi tentang siapa pelakunya. Itu betul-betul menimulkan rasa tidak nyaman. Hingga, walaupun akhirnya sang pelaku mengembalikan uang tersebut ke tempat semual secara diam-diam, masalah tetap tergantung tidak selesai, karena rasa tidak nyaman tersebut sudah terlanjut tertanam. Apalagi hingga saat ini sang pelaku tetap tidak terungkap identitasnya.

Lalu soal manajemen kantor tersebut yang bener-bener based on Boss Mood. Alias suka-suka bos aja mau kemana atau mau ngapain. Seorang personil gak pernah bisa tahu apa tugasnya hari ini. Karena semuanya based on boss’s command. Misalnya, satu orang disuruh incharge di project A, tapi besok bisa jadi dia di minta incharge di project B. Dan nanti-nanti, sang bos bisa saja menanyakan progress dari project A dan yang personil tersebut harus tahu progressnya. Padahal konsentrasinya sedang tercurah pada project B. Ribet ya ….. Alurnya gak jelas.

Lalu, soal si Bos yang moody. Kadangkala, satu masalah besar bisa jadi gak ada bila sedang in a good mood. Tapi sebaliknya hal kecil bisa jadi besar dan membuatnya meledak-ledak jika sedang bad mood.

Hal-hal tersebut diatas bukan curhat. Tapi itulah sedikit dari sekian banyak hal yang dikeluhkan oleh temanku.

Untuk mengetahui perasaan temanku, akupun melontarkan satu pertanyaan tentang “apa yang diinginkan”. Dan jawabannya adalah bekerja dengan tantangan hingga semua kemampuannya bisa dipergunakan secara maksimal. Dan yang lainnya adalah bisa menjadi seorang pembuat keputusan or decision makeryang setiap keputusannyaakan berdasarkan pertimbangan profesionalisme yang ia miliki. Yang lainnya lagi adalah perkembangan karir.

Satu yang aku sarankan kepada temanku adalah, untuk membuat satu garis lurus yang kira-kira dapat mewakili range atas pencapaian yang ia inginkan. Dimana pada garis lurus tersebut terdapat angka-angka dari 1 sampai dengan 10 yang merupakan perwakilan dari setiap keinginan pencapaian. Dan minta temanku untuk membayangkan, kira-kira, bila dia tetap bekerja di tempatnya sekarang, apakah dia akan mencapai ke angka 10? Apakah kira-kira dibawah 5? Karena jika ternyata jika angka yg dicapai dibawah angka 5, yaaa…. Cepat-cepatlah hengkang cari kerja baru. Karena kayaknya wasting time kalau stay, ambisinya gak bakal tercapai.

Memang sih, agak dipaksakan matematis pertimbangannya. Tapi menurut aku, harusnya dia bisa mengenali seberapa besar skala pencapaian yang disediakan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Karena hal tersebut adalah hal yang bisa menjadi penentu sebuah keputusan “resign” atau “stay”. Misalnya, apabila perusahaan Cuma bisa mengakomodasi 4 bar skala pencapaian dari 10 bar skala pencapaian yang ingin dicapai, maka kemungkinan hasil “tidak puas” sangat besar. Logikanya setelah sampai ke angka 4, mau kemana lagi? Mau naik lagi chance nya more to “impossible”. Secara gambling, chance nya pasti tidak 50:50 (gambling kan chance nya 50:50).

Apa yang aku katakan ini bukan untuk menilai bagus tidaknya satu perusahaan. Karena pengetahuan aku tentang manajemen atau sehat atau tidak sehatnya sebuah perusahan, secara jabatanku masih sebagai pegawai bagian administrasi yang tidak pernah makan bangku kuliahan. Dan lagi pula, aku juga tahu jika setiap perusahan pasti sudah merancang pencapaian-pencapaian secara professional.
Melainkan, yang ingin aku tekankan adalah bahwa seharusnyalah setiap orang mengenali dirinya sendiri dengan baik. Mengenali keinginan, mengenali kemampuan dan mengenali intuisinya. End up yang di harapkan juga bukan supaya supaya si karyawan lantas jadi kutu loncat alias pindah-pindah kerja terus. Tapi …. At leat, kalau sudah tau keinginannya, sadar kemampuannya sampai mana, masa sih Tuhan tidak member satu pekerjaan yang sesuai? Cari kerja memang susah. Tapi jika kita bekerja dengan hati yang aman dan situasi yang nyaman, outputnya mudah-mudahan juga maksimal. Dan semua itu tidak akan bisa didapat bila atmosfirnya sendiri juga sudah tidak sehat.

So, semua yang aku tulis ini berujung pada :
Buat aku mengenali keinginan bukan berarti mulai bermimpi … melainkan menjadi sebuah awal dari satu penciptaan target.
Mengenali kemampuan bukan berarti sombong … melainkan untuk mengetahui seberapa banyak kita dapat berbuat dan seberapa banyak kita harus belajar lagi.
Mengenali intuisi juga bukan irasional … melainkan untuk mendengar apa yang Tuhan mau. Karena bila Tuhan bicara tidak ke telinga kita. Melainkan membisikkan kedalam hati kita.

Satu yang pernah di share oleh salah seorang sahabat net aku bahwa, “jangan kau cintai tempatmu bekerja. Melainkan cintai pekerjaanmu. Mencintai pekerjaanmu pasti akan membuatmu perduli akan seberapa baikkah yg telah kau lakukan, bukan seberapa besar yang akan kau dapatkan.

And still … pray … do the best … and let GOD do the rest.

Buat yang udah lebih ngelotok dalam berkarir, maaf ya kalau tampaknya sok tahu. Kalau salah mbok ya diberi tahu …. Celaan dan cercaan anda-anda semua merupakan ilmu gratisan buat aku yang luar biasa manfaatnya.

Henny

Tidak ada komentar:

Posting Komentar